Halaman

Selasa, 29 Maret 2011

Bentuk-bentuk Karya sastra

Menurut bentuknya, kesusastraan dibagi menjadi:

1.Puisi
Puisi adalah hasi cipta manusia yang terdiri atas satu atau beberapa lari (baris) yang memperlihatkan pertalian makna dan membentuk bait.
Keidahan puisi terletak pada persamaan bunyi (rima, sajak) dan iramanya.
Berdasarkan zamannya, puisi dapat dibagi menjadi:
1)Puisi Lama
Puisi lama ialah puisi yang sifatnya masih asli dan belum mendapat pengaruh dari barat.
Puisi lama meliputi: mantra, pantun, syair, bidal dan talibun.
(akan dibahas sendiri klik di arsip)

2)Puisi Baru
Puisi baru ialah puisi yang isi, bentuk, dan iramanya telah berubah dan isinyapun lebih luas dan lebih lincah.
Berdasarkan jumlah barisnya, puisi baru terbagi menjadi:
a.Distikhsan atau sajak dua seuntai
b.Terzina atau sajak tiga seuntai
c.Kuantren atau sajak empat seuntai
d.Kuint atau sajak lima seuntai
e.Sektet atau sajak enam seuntai
f.Septina atau sajak tujuh seuntai
g.Okta/stanza atau sajak 8 seuntai
h.Soneta sajak yang terdiri dari empat baris dan empat bait.
Umumnya berpola 4-4-3-3

2.Prosa
Prosa adalah jenis karya sastra yang menggunakan bahasa yang panjang, bebas, rinci dalam teknik pengungkapannya.
Berdasarkan zamannya prosa dikelompokkan menjadi dua:
1)Prosa Lama
Prosa lama terdiri atas:
a.Hikayat
b.Cerita-cerita panji
c.Cerita berbingkai
d.Tambo
e.Dongeng
(akan dijelaskan secara khusus klik di arsip dongeng)

2) Prosa baru
Prosa baru terdiri atas cerita rekaan (fiksi) dan prosa yang non fiksi (berisi fakta)
a.Cerita rekaan meliputi
-Roman
-Novel
-Cerpen
b.Prosa nonfiksi meliputi:
*Biografi
*Kritik
*Esai


3.Drama
Drama adalah karya yang ditulis dalam bentuk percakapan (dialog) yang dipertunjukkan oleh tokoh-tokoh di atas pentas. Drama digolongkan ke dalam beberapa bagian, yaitu drama dalam bentuk tertulis dan drama yang dipentaskan. Naskah drama biasanya mempergunakan kalimat-kalimat langsung yang lengkap dengan penjelasan tentang sikap, gerakan, latar, dan cara pengungkapan kalimat yang harus dilakukan para pelakunya.
Unsur-unsur drama yang membanru dalam pementasan, sebagai berikut:
1.Babak adalah bagian dari lakon drama.
2.Adegan adalah bagian dari pertunjukkan drama.
3.Prolog adalah kata pengantar atau pendahuluan sebuah lakon.
4.Dialog adalah percakapan di antara para pelaku atau pemain dalam sebuah pementasan.
1.Monolog adalah percakapan diantara para pelaku.
2.Epilog adalah kata penutup yang mengakhiri sebuah pertunjukkan drama.
3.Mimik adalah eksperesi raut wajah pemain untuk memberi gambaran emosi yang sesuai dengan jalan cerita.

Jenis-jenis drama:
1.Tragedi drama yang diwarnai kesedihan.
2.Komedi ialah drama yang diwarnai kegembiraan (lucu)
3.Tragedy-komedi ialah drama yang lucu dan sedih
4.Pantonim ialah drama yang hanya menampilkan mimic dan gerak

April Mop

     "Ra, masih lama, ya?" suara Cindy terdengar lemah di HP-ku.
     "Tunggu, bentar lagi, Cin! Dosennya belum keluar. Gila... pak tua ini masih asyik ngoceh padahal udah bel pulang." sahutku berbisik.
      "Aku buru-buru, Ra. Mau cari buku di toko buku Gradenia."
      "Ya, udah kamu pergi aja dulu sendiri. Kamu cari buku yang mau kamu beli. Ntar, aku nyusul, deh. Setelah itu, kita ke Mega Mall beli tiket film "Ghost or Angel."
      "Oke, aku tungggu di toko buku Gradenia. Jangan lama-lama ya, Ra!"
      "Oke."
      Kasian Cindy. sudah satu jam ia menungguku di taman Kampus. Mata kuliahku hari ini 4 SKS, makanya lama. Bosan. Tapi, lebih membosankan jika aku harus menemani Cindy ke toko buku. Perutku mual jika melihat banyak buku.
      "Kita akhiri sampai di sini. Jangan lupa tugas karya ilmiahnya." kalimat terakhir Pak Anwar, Dosen Kritik Sastra membuatku loyo. Tugas lagi, malas aku. Jika tugasnya disuruh buat cerpen satu buku, pasti aku orang pertama yang kumpul sebelum waktu.
      Aku melangkah menuju toilet.
      Tiba-tiba....
       "Ra.... Ra... mobilmu di bawa kabur orang tak dikenal." Dion ngos-ngosan berlari ke arahku.
       "APA?!!!" aku segera berlari menuju tempat parkir mobil. Seperti di kejar anjing. Jantungku berdetak kencang.
       "Itu kan mobil papa. Mampus aku....!" akhirnya, aku tiba di tempat parkir mobil.
       "Mat April Mop." terdengar teriakan kompak. Mereka menertawakanku. Kulihat tawa puas di wajah Dion yang pernah aku kerjain April Mop taun lalu.
       Aku tertunduk lemas.
       Tit...tulilit...tit...tit...tulilit...
       Buru-buru segera kusambut panggilan cindy.
       "Halo, Cin!"
       "Ra, lama banget, sih?"
       "Oya, masih di toko buku Gradenia, ya?"
       "Iya, aku lapar, Ra. kamu cepat datang, ya. Aku udah selesai beli buku." suara Cindy lemas.
       "Yo,i...Wait me, say!" Sahutku so jago english.
       tut.....tut....tut... sambungan terputus.
       "O, iya... kan April map. Aku mau ngerjain Cindy, deh. Balasan taun lalu."
       Aku menyetir mobilku. Bukan menuju toko Gradenia, tetapi menuju rumahku. Aku berencana ngerjain Cindy. Aku sengaja membuat ia menunggu lama. Ketika ia menelpon aku akan mengucapkan salam April map padanya. Ia pasti ngamuk.
       Aku tiba di rumah. Kurebahkan tubuhku di ranjang. Aku terlelap.
      tulilit.....tililit...tit....tut....tit...  ponselku berdering.
       Aku kaget. Panggilan dari Cindy.
      "Hali, Cin....Ha...ha...ha...ha..." Aku melepas tawaku.
      "Halo, Ra....tolongin aku Ra.... Aku terjebak di dalam lift. Tadi tiba-tiba saja ada ledakan bom. Kami masuk ke lift untuk turun ke lantai dasar. Aku.......aku....ta....."
     Suara Cindy tak jelas lagi. Kini terdengar suara ledakan dan teriakan ketakutan. Aku merinding. Panik.
     "Halo...Cin.... Cindy.... kau dengar aku, kan?" aku panik bukan main.

     "Ra....sakit..."
    Tit....tit...tit  sambungan terputus.
    "Halo....halo...halo, Cin...!"

     Aku segera menyetir mobilku menuju toko buku Gradenia. Sebelumnya aku sempat menelpon orang tua Cindy.
     Tubuhku seakan mati. Lidahku kelu ketika melihat bangunan itu sudah menjadi puing-puing bara api. Hancur berantakan bersatu dengan tanah. Aku berlari sambil menyeret tangis menghampiri korban-korban yang dievakuasi. Aku berharap menemukan Ciny yang masih bernyawa. Kulihat banya tubuh tanpa nyawa dan rupa lagi. Terdengar jerit tangis korban yang wajahnya tak lagi dapat dikenali.
     Aku tersungkur kelu melihat sosok tanpa rupa terbaring kaku. Di bagian pinggang sampai ujung kaki masih dapat dikenali, namun wajah dan tubuhnya hangus terbakar. Aku tau, ini Cindy. Perih rasanya hatiku melihat gelang di kaki korban yang sama dengan gelang yang kupakai di pergelangan kakiku.
      "Maafkan aku, Cin. Seandainya aku tak membiarkanmu amenunggu lama. Seandainya waktu dapat kuulang."
     Hatiku semakin hancur melihat jerit tangis Mama Cindy ketika melihat rupa tragis anak satu-satunya.

HUBUNGAN LATAR/SETTING CERPEN DENGAN REALITAS SOSIAL

             “Siapa yang tau apa itu latar/setting?” Tanya monitor.
             “Aku tau….aku tau….aku taaaaauuu. Tunggu ya monitor aku lihat contekan dulu di arsip blogspot bu Agustin.”
Monitor bingung, tetapi menunggu dengan sabar.
            “Monitor…. Latar/setting itu tempat, waktu, dan suasana dalam cerita.”
            “iya, latar terdiri dari latar tempat, waktu, dan suasana.” Monitor menanggapi.
            “Latar tempat itu tempat terjadinya peristiwa, waktu menunjukkan kapan terjadinya peristiwa tersebut misalnya malam. Siang, pagi, hari senin, pukul 09.00, dll. Pokoknya yang nunjukin waktu, deh. Trus suasana itu keadaan atau situasi yang dialami tokoh dalam peristiwa itu. Betul kan monitor,” pembaca mulai menjelaskan.
           “Wah….wah ada pembaca yang pintar, nih. Tugas monitor jadi ringan.. sering-sering, ya!”
          “Kalo sering-sering, ntar bu Agustin pecat, lho monitor. Nggak takut?”
          Monitor cengar-cengir (bayangin sendiri deh gimana wajah monitormu cengar-cengir.”)
***

CERPEN adalah cerita pendek yang bersifat rekaan, tetapi logis atau masuk akal. Cerpen dibangun dari beberapa unsur: tokoh, watak, alur (plot), latar (setting), dan sudut pandang.
***
          “Bagaimana cara menghubungkan antara latar dengan realitas social? Duh… binguuuuuuung”
Bacalah cerpen “Berenang Phobia” dengan mengklik arsip ‘Berenang Phobia’ di samping blog!
        "Sudah baca ceritanya, kan? nah, kalau udah, simak penjelasan berikut ini!"

Hubungan latar/setting cerpen "Berenang Phobiadengan realitas sosial:
              Latar/setting yang ada jika dikaitakn dengan keadaan sosial pada saat itu bahwa pada umumnya orang yang pernah mengalami kejadian buruk dalam dirinya akan mengalami trauma sehingga membuat orang tersebut sulit berinteraksi dengan lingkungan yang berhubungan dengan kejadian tersebut. Terkadang membuat orang tersebut menjadi minder. Hal ini memberi gambaran tentang keadaan sosial yang dialami seseorang yang mengalami trauma dan sulit berinteraksi dengan orang di sekelilingnya yang berhubungan dengan peristiwa buruk tersebut.


Bacalah cerita “Aku Seorang Pengecut” dengan mengklik Aku Seorang Pengecut di samping blog!

Latar/ setting yang ada dalam cerita “Aku Seorang Pengecut” dikaitkan dengan keadaan sosial pada saat itu bahwa hubungan kekerabatan masyarakat perkotaan tidak kuat sehingga membuat orang-orang tidak saling peduli. Mereka hanya peduli dengan orang-orang terdekat seperti hubungan keluarga, teman, rekan sekerja saja, dan orang lain yang dikenal. Berbeda dengan di desa, hubungan kekerabatan antar anggota masyarakat sangat kuat. Hidup saling tolong, bergotong royong, dan saling peduli dengan keadaan yang lain. Dalam cerita dijelaskan keadaan jalan raya sangat ramai, kemudian ada orang yang berlalu lalang melihat si kakek yang dihadang oleh komplotan perampok, tetapi mereka pura-pura tidak melihat. Hai itu merupakan gambaran keadaan sosial masyarakat di perkotaan.

Realitas Kehidupan Anak dalam Cerita

          “Hai.. siapa yang suka membaca cerita?” Tanyaku semangat. Aku monitor computer yang suka berbagi ilmu kepada pembaca setia di dunia maya. Layanan internet. Namaku monitor smart
         “Sukaaaaaa…..sukaaaaaa.” jawab pembaca monitor.
         “ Wah, sama dong. Mengapa kamu suka membaca buku cerita?” Tanyaku penasaran.
         “Asyiiiiiiik banget kalo’ baca buku cerita” Pembaca antusias menjawab.
        “Betul…betul….betul..” (persi Upin dan Ipin) aku si monitor smart setuju.
         “Membaca cerita memang mengasyikan. Bisa ngilangin stresss…” lanjut ku
        “Betul….betul…betul…” sahut pembaca monitor.
***
         Buku cerita yang kita baca ada buku cerita asli maupun buku cerita terjemahan. Buku cerita asli adalah buku cerita asli yang berasal dari Indonesia. Sedangkan buku cerita terjemahan merupakan buku cerita yang berasal dari Negara lain dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
***
        “Aku tau….buku cerita yang berjudul “Pinokio”, “Sepatu Kaca”, “Putri Salju”, dan “Harry Porter” yang pernah kubaca merupakan buku cerita terjemahan. Betul, kan?” kata pembaca dengan tangkas.
       “Yep. Betul…..betul….betul…” jawabku.
      “Wah…aku tambah pinter.”
      “Nah, masih ingat cerita “Kuda Kayu” yang berasal dari negeri Belanda, kan?” Tanya monitor.
      “Ingaaaaaaat. Ceritanya ada di hal. 88- hal.91 di buku paket pelajaran BI untuk SMP yang ditulis oleh Maryati Sutopo, kan?
     “Betul…betul…betul…Kita akan mencari realitas kehidupan anak dalam cerita tersebut.”
***
          Realitas adalah kenyataan yang terjadi. Menemukan realitas kehidupan anak dalam cerita artinya kita menemukan kenyataan-kenyatan yang sering terjadi pada anak saat ini jika dihubungkan dengan cerita.
Contoh:
1. Kutipan:
Putra Raja Amsterdam menghadap ayahnya. Ia lulus dari sekolah dan nilai rapornya sangat bagus. Raja sangat puas dan ingin memberinya hadiah.
Realitas kehidupan anak:
1) Anak akan merasa senang jika prestasinya dihargai oleh orang tuanya.
2) Orang tua akan merasa senang dan bangga apabila anaknya berprestasi.
3) Hingga sekarang masih ada orang tua yang member anaknya hadiah atas prestasi yang diperoleh anak.

2. Kutipan:
Orang itu naik kuda kayunya. Ia tiba-tiba melesat ke udara menuju Selatan. Tak berapa lama ia sudah muncul kembali membawa pohon palem,pesanan raja.
Realitas kehidupan anak:
1) Pada dasarnya, manusia ingin terbang. Keinginan ini terpenuhi dengan penemuan pesawat terbang.
2) Kebanyakan orang ingin cepat sampai ke tujuan dengan terbang, oleh karena itu menggunakan pesawat terbang menuju ke tempat tujuan.
3) Orang tua pasti membawa oleh-oleh sesuai pesanan anak ketika pergi ke luar negeri.

3. Kutipan:
Sang pengeran mengirim surat kepada ayahnya. Ia memberitahukan dirinya tak kurang suatu apa pun dan menjadi tamu terhormat Raja parel.
Realitas kehidupan anak:
1) Anak yang jauh dari orang tuanya pasti mengirim kabar untuk memberitahukan bahwa ia baik-baik saja.
2) Hingga saat ini komunikasi tulis melalui surat masih digunakan orang yang berhubungan jarak jauh walaupun sudah ada telepon.

4. Kutipan:
Pangeran kelabakan. Ia mulai melakukan perjalanan mencari-cari sang putrid. Lebih tiga tahun ia berkelana. Akhirnya, ia sampai ke Yunani.
Realitas kehidupan anak:
Banyak anak yang merantau ke negeri orang bertahun-tahun meninggalkan orang tuanya untuk mencari tujuan hidupnya (Pekerjaan dan jodoh).

5. Kutipan:
Mereka sampai ke Amsterdam. Tak lama kemudian, mereka pun menikah. Dengan pernikahan mereka, Kerajaan Parel bersatu dengan Kerajaan Amsterdam.
Realitas kehidupan anak:
Pernikahan antara dua orang yang saling mencintai (laki-laki dan perempuan)akan mempersatukan dua keluarga. Sehingga dua keluarga menjadi satu keluarga.
***
      “Hua…ha…ha…apakah kalian sudah mengerti?” Tanya monitor.
     “Sudaaaaaaaaaaah…”

Berenang Phobia

           “Ayo, Zeni. Asyik, kok. Nggak dalem. Beneran, deh.” Rens berteriak memanggilku mencoba meyakinkan aku kaluau kolam itu tak dalam. Tetap saja aku takut berenang. Aku takut tenggelam.” Aku seperti anak-anak yang hanya berani berenang di bak mandi. Saat ini usiaku 17 tahun. 7 tahun lamanya aku takut berenang.
           “Ayolah, Zeni. Temani aku berenang…!”
Aku geleng-geleng kepala. Kejedian tujuh tahun lalu muncul kembali.

7 tahun yang lalu…
         “Papa…..a… Mama…a….Kakak….” aku berteriak sekuat tenaga berharap ada yang menolongku. Aku hampir tenggelam. Napasku mulai sesak.
        “Toloooong, papa…..mama…..toloooong…kakak…..” aku berteriak untuk yang terakhir kali sampai akhirnya semua menjadi sunyi dan gelap.
***
        Aku tersadar dari kejadian silam. Kuhapus keringat di wajahku dengan handuk kecilku.
       “Rentz, aku pulang duluan, ya.” Kulambaikan tanganku kea rah Rents yang masih asyik berenang.
       “Zeni, tunggu aku. Kita barenang pulangnya.” Rentz segera keluar dari air ketika melihat aku mulai beranjak. Aku mengambil tasku di loker penitipan sambil menunggu Rentz berganti pakaian.
       “Oke, ayo kita cabut.” Rentz menepuk pundakku. Aku menoleh ke arahnya yang tampak cerita. Senyum Rentz sangat manis.
Aku bangkit dan segera beranjak menghampiri Rentz.
      “Maaf Zen tadi aku memaksamu untuk menemaniku berenang. Kamu marah, ya?”
Aku geleng kepala.
     “Aku hanya ingin mengembalikanmu speti dulu. Zeni yang suka berenang. Zeni yang pernah dapat juara 3 lomba berenang.” Rentz mencoba memberiku semangat.
     “Aku tau kejadian itu masih menghantuimu sehingga membuatmu trauma. Sampai kapan kau akan seperti ini? Kata dokter traumamu bisa pulih jika kamu berusaha bangkit dari rasa takutmu.”
***
       Kurebahkan tubuhku di tempat tidur. Pikiranku melayang. Entah akan berlabuh kemana. Batinku tak tenang ketika kejadian itu mulai muncul. Kalimat Rents tadi menghantui pikiranku.
      “Apa aku bisa?" Kupejamkan mataku yang sudah mulai lelah hingga akhirnya aku terlelap.
       “Papa…….mama…a….. toloooong…..Kakaka……tolooong….”
Aku mulai gelisah. Teriakan itu membuat batinku tak tenang dalam alam tak sadarku. Teriakan itu mulai jelas.
     “Papa…a….mama…..tolooooooong….kak Zeni….i…i…”
Aku tersentak kaget. Aku tersadar dari alam tidurku. Memori otakku kembali normal. Teriakan itu sangat jelas. Itu adalah suara Dina, adik bungsuku yang berusia 6 tahun.
Aku segera berlari mencari sumber suara. Saat itu papa dan mama belum pulang dari kantor. Kak Dito belum pulang sekolah. Jadi hanya ada aku, adik, dan bibi.
Tepet di kolam renang. Kulihat Dina timbul tenggelam sambil menepuk-nepuk air berusaha berenang. Kejadian 7 tahun lalu muncul kembali. Aku terpaku diam, kaku tak mampu berkata.
    “Kak Zeni tolong!” psuara itu mulai lemas dan sepi. Tak lagi kulihat Dina di sana. Tanpa sadar aku langsung terjun dan menarik tubuh Dina ke tepian kolam. Aku mengangkat tubuh adikku yang sudah terbujur kaku. Denyutnya lemah. Sekujur tubuhnya pucat
      “Adik….bangun….dik, bangun sayaaaang… kak Zeni sudah ada di dekat adik. Kakak sayang sama Dina. Jangan tinggalin kakak”
Aku menggoyang-goyang tubuh Zeni. Tak ada reaksi. Aku menyesal telah membiarkan Dina tenggelam
      “Mamaaaaaa…..” aku berteriak. Sepi dan semua menjadi gelap. Aku tak sadarkan diri.
***
Aku membuka mataku. Menatap mengitari sekeliling ruangan. Aku sudah berada di kamarku. Kulihat papa, mama, dan Kak Dito di dekatku. Mereka menangis. Aku kembali mengingat kejadian sebelumnya.
     “Dina…..” aku menangis perih.
“Iya, kak. Dina di sini. Dina juga sayang sama kakak.” Dina tiba-tiba muncul dari pintu kamarku. Kulihat wajahnya masih pucat. Ia berjalan ke arahku dan memelukku hangat.
     “Syukurlah… kakak tak akan sanggup jika harus kehilanganmu.”
***

Dongeng

         Dongeng ialah cerita yang lahir dari khayalan pengarangnya. Jadi dongeng bukan dari cerita yang benar-benar terjadi.
dongeng dibagi menjadi:
1. Dongeng yang lucu
contoh:-Si kabayan
-Abu Nawas
-Pak belalaang
2. Fabel ialah dongeng tentang binantang.
contoh:Buaya dan Kera, Oni Si Rakus, Pelatuk Si Pematuk Ulung, Cici Cicak yang Cerdik,dll
3. Sage ialah dongeng yang di dalamnya mengandung unsur sejarah.
cth: Lutung Kasarung, Damar Wulan.
4. Legenda ialah dongeng yang

Minggu, 27 Maret 2011

Unsur-unsur Intrinsik Cerita

Unsur cerita yang akan dipelajari adalah tokoh, watak, latar (situasi, tempat, dan waktu), dan amanat dalam sebuah cerita.
1)Tokoh adalah pelaku dalam sebuah cerita.
Tokoh terdiri atas:
a.Tokoh protagonis adalah tokoh utama yang berwatak baik.
b.Tokoh antagonis adalah lawan tokoh protagonis. Tokoh ini berwatak tidak baik.
c.Tokoh piguran adalah tokoh pembantu dalam cerita.

2)Watak adalah kebiasaan atau perilaku tokoh dalam cerita. Watak tokoh yang beragam menjadiokan cerita lebih hidup seperti perustiwa sebenarnya.
Watak tokoh dapat diketahui dari penuturan penulisan pada kutipan cerita, kebiasaan tokoh, atau melalui kata-kata yang diucapkan tokoh.

3)Latar
a.Tempat terjadinya cerita
b.Waktu terjadinya peristiwa
c.Situasi/suasana yang dialami pelaku dalam cerita.
4)Amanat adalah pesan yang akan disampaikan dalam cerita rekaan.

Bentuk Kalimat(fungsi)

Berdasarkan fungsinya, kalimat dibagi 3 yaitu:
1.Kalimat berita
Fungsi: memberikan informasi
Kalimat berita diakhiri dengan tanda baca titik(.)
Contoh:
1)Rudi tidak hadir karena sakit.
2)Tsunami yang terjadi di Jepang pada hari Jumat, 11 Maret 2011 menelan korban hingga ribuan jiwa.

2.Kalimat Tanya
Fungsi: menanyakan sesuatu
Kalimat Tanya diakhiri dengan tanda Tanya (?)
Contoh:
1)Kapan tsunami di Jepang terjadi?
2)Berapa korban jiwa akibat tsunami?

3.Kalimat perintah
Fungsi:
-Menyuruh orang melakukan sesuatu
Contoh: Bantulah tim penyelamat untuk menemukan korban yang selamat dari tsunami!
-Mengajak orang melakukan sesuatu
Contoh: Ayo, kita mengumpulkan sumbangan untuk membantu korban tsunami di Jepang!

Ghost or Angel?

Ghost or Angel?
Oleh: Agustin Flaviyana

 Angel. Sosok malaikat sempurna bagiku. Sebuah karya imajinatif bagi pencinta sastra. Setidaknya itu yang ada dalam pikiranku saat ini untuk menggambarkan sosoknya yang tak pernah kuketahui. Sahabat karib tanpa rupa. Aku berkomunikasi dengannya melalui tulisan. Dia bukan sahabat penaku, tetapi sahabat cattingku. Suatu saat aku mencari teman melalui internet, perkenalanku disambut ringan oleh seorang gadis bernama Angel. “Farel,” aku menuliskan namaku sebagai awal perkenalan. “Angel,” ia balas menuliskan namanya sebagai tanda sambutan pertemanan. Begitulah awal perkenalanku dengan Angel. Sudah setahun berlalu, kami masih menjadi sahabat. Besar keinginanku untuk menjumpainya, namun Anggel selalu mengatakan, “Tak bisa, Rel. Jarak kita begitu jauh untuk ditempuh.” aku selalu bertanya, “Di mana kau tinggal, sahabat?” Ia selalu menjawab dengan kalimat yang sama, “Suatu saat kau pasti akan tau.” Akhirnya, aku tak pernah menyinggung masalah itu lagi.

Di sekolah saat istirahat siang, aku lebih memilih bermain dengan Angel di internet. Pengetahuan Angel yang luas sangat membantuku mengurangi kelemahan otakku dalam pelajaran sekolah. Kadang aku berpikir mungkin saja Angel ini seorang ilmuwan yang sengaja bercatting dengan otak manusia yang kurang sebagai penyelamat.

Kemarin bu Vie, guru Bahasa Indonesiaku, menyajikan sebuah puisi di white board. Katanya, “Perhatikkan puisi ini!”

“Itu bukan puisi, tapi pantun” Sahutku dengan lantang. Seisi kelas mentertawakanku. “Huuu.., Nigau!” ejek Mundo yang duduk di deretan belakang kursiku. Jims, teman sebangkuku juga mulai melepaskan tawanya untuk kebodohanku.

“Rel, pantun juga termasuk jenis puisi, namun masih tergolong ke dalam puisi lama,” terang bu Vie padaku. Jims semakin tertawa lebar. Bu Vie menenangkan kelas, “Semuanya diam! Farel benar, orang lebih mengenal ini sebagai pantun,” lanjut bu Vie. Terang saja aku tak tau, minggu lalu aku absent saat materi ini dibahas.
Mudah-mudahan bel istirahat cepat berbunyi, pikirku. Aku ingin cepat-cepat bermain dengan Angel dan menceritakan kekonyolan yang baru saja aku alami. Tanpa Mundo dan Jims! Bel istitahat berbunyi tiga puluh menit setelah bu Vie memberikan 20 soal tentang puisi lama. Aku mendapatkan nilai di bawah rata-rata dengan sukses. Lagi-lagi mereka mentertawakanku. Trima kasih atas pujian yang tak layak disebut terhormat!

Aku mengurungkan untuk menghubungi Angel saat istirahat. Kutunggu sepulang sekolah setelah otakku kembali mencair. “Kau hebat Rel. Tak mengalah pada keadaan!” kataku menghibur diri sambil melayangkan senyum basi kepada Mundo dan Jims.

Aku pulang ke rumah dengan wajah mengkerut. Kuhindarkan wajahku dari tatapan mama. “Sudah pulang? Tentu hari ini sangat melelahkan,” sapa mama. Aku hanya tersenyum kemudian berlari menuju kamarku dan duduk di depan computer. Sambil menunggu sambungan ke internet, aku melepas ranselku dan melemparkannya ke tempat tidur sambil sedikit kurebahkan tubuhku.

“Hai, Rel!” sapa Agel.

“Aku payah hari ini. Aku tak bisa menjawab soal tentang puisi lama. Mereka mentertawakanku, Angel. Sungguh konyol kejadian tadi.” balasku diawali dengan cerita kekonyolan.

“Puisi lama adalah puisi yang sifatnya masih asli dan belum mendapat pengaruh dari barat. Puisi lama ini meliputi mantra, pantun, syair, bidal, dan talibun.” Angel mulai menjelaskan padaku.

“Bagaimana membedakannya dengan puisi sekarang? “

“Susunan puisi lama terikat oleh aturan-aturan baku, seperti bait, banyaknya baris, suku kata, dan persamaan bunyi. Puisi ini digolongkan ke dalam puisi klasik.” Penjelasan Angel ini lebih mudah kumengerti.
Minggu berikutnya, ketika ulangan Bahasa Indonesia tentang puisi lama hanya aku yang mendapat nilai seratus. Sejak saat itu seisi kelas tidak lagi menganggap aku bodoh. Berkat Angelku, malaikatku yang sempurna.

“Kau malaikat paling sempurna, Angel. Sahabatku. I Love U friend,” pujian ini selalu kulayangkan padanya.

“Aku ini tak sempurna, Rel!” selalu juga jawabannya demikian.
Keinginan yang dulu terpendam kini muncul kembali. Semakin kuat keinginanku untuk melihat wujud malaikatku. Setelah cukup lama kami ngobrol di internet, aku menemukan waktu yang pas untuk mengatakan ini,
“Mau kah kau mengirimkan fotomu padaku? Walaupun kita tak dapat bertemu, aku rasa foto dapat mewakili pertemuan kita. Fotoku juga akan kukirimkan padamu, Agel.” Aku menunggu jawabannya. Namun ia tak menjawab.

Aku mengirimkan fotoku pada Angel melalui email. Aku meminta Angel untuk segera mengirimkan fotonya. Dalam fotoku, aku berfose mengenakan topi. Menurutku, ini foto terbaikku. Angel pasti menyukainya.
Aku menunggu Angel balas mengirimkan fotonya. Setiap hari ketika sedang mengobrol dengannya, aku selalu bertanya apakah Angel sudah menerima kiriman fotoku. Hari ketiga, Angel berkata, “Fotomu sudah kuterima, Rel. kau terlihat tampan mengenakan topi itu. Trims.”

“Syukurlah. Berarti tak lama lagi aku akan menerima kiriman fotomu.” Sudah lewat beberapa minggu, foto Angel belum juga kuterima. Setiap kali aku menanyakannya, ia selalu mengelak dan mengalihkan topik pembicaraan ke hal lain. Sampai akhirnya chating diakhiri dengan kalimat penutup darinya.
Suatu hari aku berkata, “Fotomu belum kuterima, kau bisa mengirimkannyalagi,” namun tak ada jawaban darinya.

Aneh sekali Angel. Seolah-olah tak ingin dirinya kuketahui. Telah lewat beberapa minggu, tetapi belum juga mengirimkan fotonya.Berkomentar tentang masalah itu pun tak pernah. Akhirnya, aku melupakan perihal foto itu. Capek juga rasanya menagih tanpa respon.
* * *

Sepulang sekolah aku langsung menyapa Angel. Tak ingat lagi aku dengan perutku yang tadi keroncongan. Kami mengobrol tentang film horror yang baru tayang di bioskop. Sedang hangat dibicarakan. Judulnya

“Ghost”. Film yang menceritkan tentang persahabatan antara manusia dan hantu. Persahabatan mereka diawali ketika Jay , si tokoh manusia mencari teman diinternet melalui friendstar dan chatting.

“Jay,” Jay menyebutkan namanya sebagai awal perkenalan. “Caroline”balas gadis itu. Caroline memperkenalkan diri sebagai gadis biasa yang tinggal sendirian di hutan Black. Hutan yang dikenal penuh dengan misteri. Konon kabarnya jaman dahulu daerah itu bekas kerajaan. Jay menganggap itu hanya lelucon, namun Caroline selalu berusaha untuk meyakinkan. Ia mengirimkan foto yang berisi keadaan hutan itu. Tampak terlihat gelap dan berkabut. Terlihat olehnya sebuah rumah tua yang megah dan antik.

“Mengapa kau kirimkan gambar ini tanpa fosemu?”

“Itulah rumahku, Jay. Kau akan temukan aku di sana.” Jay semakin penasaran. Caroline selalu saja menolak jika Jay meminta untuk mengirimkan fotonya. Jay semakin penasaran, akhirnya ia memutuskan untuk mendatangi hutan itu.

Rumah itu begitu tua, tetapi megah dan kokoh. Berbeda sekali dengan keadaan luar yang terlihat gelap dan sepi. Tak heran orang-orang menganggap hutan itu angker.
Jay masuk ke dalam. Ia terpukau melihat keadaan rumah yang begitu indah. Ditatapnya foto-foto seorang gadis cantik berpakaian kerajaan. Di salah satu foto terukir tulisan Princes.

Semenjak mendatangi rumah itu, Jay sering mengalami keanehan. Ia kerap bermimpi bertemu dengan gadis difoto itu. Mimpi yang sama tiap malam, ia bermimpi gadis itu memintanya untuk datang kembali ke rumah tua itu. Situasi rumah tua dalam mimpinya sangat berbeda sekali dengan yang ia lihat. Dalam mimpinya, penghuni di rumah itu begitu ramai. Berjuta pertanyaan di benak Jay.“Siapa kau sebenarnya, Carol? Keanehan menimpaku setelah mendatangi rumahmu. Kau ke mana ketika aku di sana? Siapa gadis di foto itu?”

“Jay, kembalilah ke rumah itu! Selamatkan aku! Hancurkan ubin yang ada di bawah lemari kaca itu,kemudian gali tanah itu sedalam-dalamnya. Kau akan menemukan jawabannya.” hanya ini kalimat balasan dari Caroline.

“Apa maksudmu? Apa kau dalam bahaya?” Jay merasa khawatir. Tak ada jawaban dari Caroline. Jay tak lagi mengganggap ini lelucon. Keesokan harinya, Jay dan serombongan aparat kepolisian menghancurkan ubin yang ada di bawah lemari kaca dan menggali tanahnya. Mereka menemukan tengkorak dan kerangka manusia. Jasad Caroline.

“Bagaimana kelanjutan parsahabatan mereka setelah Jay mengetahui siapa sebenarnya Caroline?” Pertanyaan itu dituliskan Angel.

“Jay harus menerima kenyataan bahwa ia akan kehilangan sahabat karibnya di internet. Sejak saat itu, Jay tak dapat lagi menghubungi Caroline, namun Jay merasa yakin bahwa Caroline sudah tenang di alamnya.”
Angel terdiam mendengarkan ceritaku. Aku bertanya, “Apa kau percaya bahwa ada kehidupan lain? Bagaimana kalau di dunia ini benar-benar ada hantu? Aku takut pada hantu, Angel. Bagiku ini mengerikan. Bagaimana denganmu?”

“Aku lebih mengerikan dari hantu itu, Rel. Apa kau masih akan takut padaku?” Aku terperangah. Ia mulai mengirimkan leluconnya.

“Apa maksudmu, kawan?” aku balik bertanya. Kutunggu jawaban dari Angel, namun tak ada jawaban. Angel meninggalkanku tanpa kalimat penutup. Aku menutup layanan internetku.
Selama pelajaran berlangsung, pikiranku terus pada Angel. Aku merasa bersalah telah menakut-nakutinya. Mungkin Angel ketakutan mendengar ceritaku kemarin. Apa Angel marah padaku?
Sepulang sekolah aku langsung menyapa Angel di internet, “Hai, Angel! Maaf, jika kemarin aku menceritakan hal-hal aneh. Itu hanya intermezzo. Aku harap kau tak marah padaku.” Aku berharap kali ini Angel mau membalas pesanku. Lama aku menunggu. Beberapa menit kemudian, Angel mengirimkan balasannya.

“Apa kau bisa menyimpan rahasia?” Balas Angel. Aku merasa bingung dengan pertanyaannya.
Agak sedikit ragu aku menjawab.

“Ya, Angel.”

“Janji? Ini penting sekali mengenai aku.” Kalimat Angel semakin membuat aku penasaran.

“Aku janji.”

“Rel, aku ini hantu. Lebih menyeramkan dari wujud Caroline dalam ceritamu itu. Itu sebabnya aku tak bisa mengirimkan fotoku. Medan energiku tak bisa ditangkap oleh film.”
Aku terpaku memandangi layar komputerku. Sungguh sulit dipercaya. Ini pasti salah satu lelucon Angel. Ia sering sekali menjebakku dalam leluconnya. Tapi kenapa aku merasa kali ini berbeda? Mungkinkah aku mengalami kejadian yang sama dengan Jay dalam film Ghost? Ini dunia nyata, Rel, pikirku.

“Ha...ha..,aku bisa merasakan keteganganmu. Apa kau percaya?I’m Just Kidding.”
Tiba-tiba saja mama mendekap bahuku. Aku terperanjat dari kursiku. Mama mengajak aku makan malam, tetapi akhirnya Angellah yang lebih dulu mengundurkan diri, sementara aku masih terpaku sendiri.
Apa ini salah satu lelucon, Angel? Inikah sebabnya ia tak bersedia mengirimkan fotonya? Inikah sebabnya ia lebih banyak tau dari anak-anak lainnya? Kenapa dia begitu penuh rahasia?
Saat makan malam Ayah berkata, “Ada kabar bagus. Permintaan papa untuk dipindahkan ke kantor pusat di Jakarta sudah disetujui. Kita akan pindah ke sana pada akhir bulan ini. Perusahaan sudah menyiapkan rumah sewa yang bagus untuk kita. Lokasi rumah itu dekat dengan sekolah yang terbaik, sekolahmu nanti, Rel.” Ibuku begitu bersemangat mendengar kabar itu. Tak henti-hentinya ia tersenyum. Aku tak menanggapi kabar itu. Aku tak tau apa yang kurasakan. Apakah harus senang atau sedih?
Malam itu aku tak bisa tidur. Pikiranku bercampur aduk. Memikirkan Angel, teman chattingku; hantu; dan rumah baru. Aku ingat bagaimana sulitnya beradaptasi dengan lingkungan baru.
Aku pernah merasakannya hampir tiga tahun sekali. Kami hidup nomaden, selalu berpindah-pindah tempat. Ke mana ayahku ditugaskan, di situ juga kami tinggal. Kembali kuingat ketika pertama kali pindah di sini. Susah sekali mendapat teman. Hingga sekarang aku masih kesulitan. Mereka semua memandangiku pada hari pertama, membuat aku salah tingkah. Mereka memperlakukanku dengan asing. Inilah yang ada dalam pikiranku sebelum tidur. Masalah Angel kembali menghantuiku. Tak mungkin Angel itu hantu. Bukankah ia menyukai bunga matahari. Ia selalu bercerita mengenai tamannya yang dipenuhi dengan bunga matahari yang indah. Hantu tak kan menyukai bunga, pikirku dalam hati.
Keesokan paginya, aku duduk di meja makan sambil makan sereal yang disiapkan mama. Mama sedang menonton TV. Seorang pembawa berita sedang mewawancarai seorang ibu muda.

“Bisa Anda ceritakan tentang peran internet dalam kehidupan Angel?” Tanya pembawa acara. Aku terkejut mendengar nama Angel disebut. Walau belum tentu itu Angel, sahabatku. Namun, cukup membuatku penasaran.

“Internet telah memberikan kebebasan yang sudah lama tak dirasakan Angel. Wawasan yang luas dapat ia peroleh di internet. Dia bukan saja bisa mendapat informasi melalui internet di kursi rodanya, tetapi yang paling penting Angel mempunyai banyak teman.”
Si pembawa berita meneruskan pertanyaan, “Ceritakan tentang teman-temanmu di internet, Angel!” kamera beralih pada seorang gadis yang duduk di depan komputernya. Tubuhnya kurus seperti mengkerut. Kepalanya miring ke satu sisi dan ketika ia menjawab, kata-katanya begitu sulit dimengerti. Ia mesti bersusah payah mengucapkannya dan di sudut mulutnya mengalir liur. Sesungguhnya, wajahnya cantik seperti malaikat. Polos apa adanya.

“Orang lain melihat aku berbeda dari mereka. Sulit bagiku untuk berbicara dan dimengerti, tetapi melalui internet aku lebih mudah berkomunikasi dengan mereka. Mereka mengira aku gadis biasa sebab mereka tak mengetahui wujudku. Aku rasa persahabatan tanpa mengenal wujud lebih tulus. Persahabatan yang berarti adalah ketika kita dapat memberikan sesuatu yang berarti dan baik buat sahabat. Aku berteman dengan banyak orang.” Angel menjelaskan dengan kalimat yang terbata-bata. Gadis itu tersenyum di depan kamera. Bibirnya terlihat kaku, mungkin karna itu ia tak dapat berbicara dengan lancar.

“Ini disebabkan karena struk” jelas Ibunya.
Aku menatap langit-langit kelas. Pikiranku dipenuhi dengan berbagai hal: Angel, teman di internetku; si hantu; Angel di TV; pindah rumah.
Tiba-tiba Jims datang dan mengagetkanku.

“Hai, Rel! aku dengar kau akan pindah.” Jims duduk disampingku. Aku tersenyum dan mengangguk.

“Maaf, friend, selama ini aku sering meledekmu.”

“Tak masalah, kawan,” sahutku sambil menepuk bahunya. Kami semua berpelukan seperti teletubis.
Kenapa semuanya bersikap baik setelah mengetahui kabar kepindahanku? Mungkin, merekapun akan merasa kehilangan aku.

Setiba di rumah, aku langsung berlari menuju kamar. Tak kuhiraukan mama yang sempat menyapa. Kulemparkan ranselku di atas tempat tidur. Aku merebahkan tubuhku sambil menunggu sambungan ke internet.

“Hai, Angel! Apa kabarmu?” aku berharap Angel segera membalasnya. Sudah tiga jam berlalu. Tak ada jawaban darinya.

Aku memutuskan bahwa tidak masalah dari mana Angel berasal, entah dari saturnus, mars, hutan black ataupun Jakarta. Tidak masalah seperti apa rupa Angel. Angel tetap malaikat paling sempurna di hatiku. Sahabat terbaikku di sepanjang masa, di mana pun aku barada. Kututup layanan internetku.

Aku kembali menghubungi Angel.

“Angel, kami akan pindah ke Jakarta. Wah, aku senang punya sahabat yang bisa ikut denganku ke mana pun aku pergi. Angel, kau tetap malaikatku yang paling sempurna. Tak peduli bagaimana wujudmu. Kita tetap sahabat. I love U Angel.”

Kali ini aku mendapat balasan dari Angel. Kalimat yang cukup membuat aku merasa bahagia dan yakin akan kekuatan persahabatan kami.

“I Love U too Farel”

Demikian seterusnya. Aku dan Angel tetap menjadi sahabat. Sahabat di internet. Sampai saat ini aku belum juga mengetahui keberadaannya dan wujud sebenarnya. “Angel, apakah kau temanku di internet? Hantu? Atau Angel dalam TV? “ Semua pertanyaan itu hanya terbenam dalam hatiku.
Seminggu setelah kepindahanku, aku mendapat kiriman foto melalui email, tanpa identitas.
* * *

Penyesalan 27 Juli

Penyesalan 27 Juli

Luka yang paling dalam adalah ketika kita mengalami ‘kehilangan’.
Kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidup. Kehilangan kasih, canda tawa, senda gurau. Yang paling menyakitkan ketika kata ‘maaf’ belum tersampaikan. Menangislah, jika aku harus menangis.

Tiga tahun yan lalu…
Pontianak, 20 Juli 2006
           “Trimakasih, Kak Adit! Layang-layangnya bagus banget. Waaaah…ada ukiran namaku dan lukisan wajahku.” Aku berteriak girang. Kulabuhkan sebuah pelukan hangat ke tubuh Kak Adit yang tinggi.
          “layang-layang ini sengaja kakak buat sendiri sebagai hadiah ulang tahun adikku yang manis ini.” Kak Adit mencium keningku. Sumpah. Aku seneng banget.
         “Layang-layangnya dirawat dan dijaga, yah! Janji?!”
         “Janji kak!”

Pontianak, 27 juli 2009
          Kutatap layang-layang kesayanganku. Layang-layang pemberian Kak Adit. Namaku Caroline, panggilan Carol. Aku suka bermain layang-layang walaupun aku bukan laki-laki. Setelah lelah bergumul dengan alam pikirku, aku kembali memajangnya di dinding kamar sederetan dengan koleksi layang-layangku yang lain. Ini layang-layang ke-7 dan terakhir setelah peristiwa buruk itu. Yang terakhir ini paling berharga dan bersejarah.
         “Happy birthday, Kak Adit. Smoga kau tenang di sana di nirwana yang indah.”
Sebenarnya aku benci hari ini. Kurebahkan tubuhku di tempat tidur. Alam pikirku kembali ke masa tiga tahun yang lalu.

Tiga tahun yang lalu…
Pontianak, 27 Juli 2006
        “Kak Adit pasti suka dengan hadiah yang kuberikan ini. Kak Adit kan suka melukis. Waaah, nggak kebayang wajah senangnya ketika membuka kado ini.” Aku senyum-senyum sendiri di kamarku setelah menyelesaikan bingkisan kado buat Kak Adit.
Hari ini Kak Adit berulang tahun yang ke-17, Sweet seventy. Hari ulang tahunku dan Kak Adik berjarak hanya 7 hari.
         Sudah pukul 3 sore. Aku sudah tak sabar menunggu Kak Adit pulang sekolah. Sekarang mungkin Kak Adit sedang dalam perjalanan pulang. Ia pulang sendiri menggunakan sepeda motor.
Kulirik jam dinding yang ada di ruang keluarga. Pukul18.35. Saat ini Papa, Mama, dan aku (O ya, masih ada Bi Ratih, wanita separuh baya yang bekerja di rumahku selama 30 tahun) menunggu kedatangan Kak Adit. Kami sudah menyiapkan kejutan untuknya. Mama dari pagi menyiapkan semuanya dibantu oleh Bi Ratih. Masakan yang lezat dan kue-kue sudah terhidang di atas meja makan.
        Pukul 19.22. Kak Adit belum juga pulang. Aku masih memeluk kado yang kupersiapkan sejak semalam. Papa sibuk menelpon HP Kak Adit yang sejak tadi mailbox. Kulihat Mama mondar-mandir tak tenang menunggu sosok Kak Adit. Raut khawatit menyelimuti parasnya. Seharusnya, hari ini kakak pulang jam 3 sore.
        Kring….kring….kring….. Tiba-tiba telepon rumah berdering.
        Mama segera berlari mengangkat telepon. Kulihat wajahnya begitu gusar.
       “Halo, selamat malam.” Sapa mama.
       “Ya benar. Ada apa ya? Ini siapa?” raut panik berlipat-lipat di kening mama.
       “Apa…?? Tidak mungkin, Pak…!” mama berteriak. Kami semua terhentak kaget mendengar teriakan mama. Aku, papa, bibi segera menghampiri mama.
       “Di mana kejadiannya, Pak? Bagaimana keadaan a..a..anak saya?” mama menangis tersedu. Aku ikut menangis. Aku tau hal buruk menimpa Kak adit. Oh, tidak. Aku tak yakin.
        “Baik, pak. Kami segera ke sana……iya…..trima kasih….malam..” mama terpaku. Ia tak mampu lagi berkata.
        Aku begitu hancur ketika mama mengatakan Kak Adit kecelakaan. Ia di tabrak truck yang bermuatan kayu. Ternyata sopir truck itu dalam keadaan tertidur, ia tak melihat motor Kak Adit yang berhenti di lampu merah. Menurut cerita, bukan hanya Kak Adit yang menjadi korban. Banyak sekali, diantaranya juga ada Kak Gerald. Teman akrab Kak Adit sejak TK. Sampai sekarang mereka sekelas.
Kami semua berkumpul di depan ruang ICU menunggu informasi dari dokter mengenai keadaan Kak Adit. Kabar yang kami dengar terakhir, Kak Adit mengalami pendarahan di otak akibat benturan kuat di aspal jalan. Kulihat Kak Gerald bersama orang tuanya. Ternyata ia baik-baik saja hanya mengalami luka ringan dan benturan ringan di kepala. Syukurlah. Tapi, aku masih menangis. Rasanya aku ingin berteriak pada Tuhan untuk tidak mengambil nyawa Kakakku.
Aku berlari keluar dari ruangan menuju toilet.
      “Tuhan, Carol mohon jangan ambil nyawa Kak Adit. Carol belum siap, Tuhan. Carol belum sempat kasi kado ini ke Kak Adit. Beri kak Adit kesempatan hidup, ya. Amin.” Aku meneteskan air mata.
Aku kembali ke ruang ICU. Rasanya kakiku berat melangkah ketika melihat mama menangis di pelukan papa. Semua menangis… Kak Gerald juga. Apa yang terjadi?
     “Mama…” aku menghampiri mama. Mama berlari ke arahku dan merangkul aku. Ia terus menangis.
     “Carol… Kak Adit sudah pergi. Pergi untuk selama-lamanya.” Bisik mama.
Aku rapuh. Kelu tak mampu lagi berkata. Menangis pun tidak. Semua tiba-tiba menjadi

27 Juli 2009
      “Carol Kak Gerald datng.” Aku terjaga dari tidurku mendengar suara mama di depan kamarku. Aku segera bangkit keluar menuju beranda rumah. Kulihat Kak Gerald duduk sambil membaca komik terbarunya yang dibeli kemarin.
       Kami berbincang-bincang di beranda rumah. Tawa mewarnai perckapn kami. Kak Gerald sangat pandai membuatku tertawa. Ia terus mengerak-gerakkan tangannya.
      “Trima kasih Kak Gerald. Kakak bersedia menemani Carol semenjak kepergian Kak Adit. Kakak pengganti Kak Adit sebagai penjagaku.” Kupeluk Kak Gerald seolah-olah memeluk Kak Adit. Aku mengerti perasaan Kak Gerald saat itu.ia juga sangat terluka kehilangan sahabat baiknya. Oleh karena itu, aku tau dengan cara melindungiku ia merasa telah menjalankan amanat Kak Adit yang tak sempat tersampaikan. Ini tahun ketiga sejak kepergian Kak Adit. Sebenarnya aku benci hari ini.
Kak Gerald menggerak-gerakan tangannya (bahasa isyarat). Aku belum menceritakan bahwa Kak Gerald sekarang bisu. Akibat kecelakaan itu, ia tak lagi dapat bicara. Pita suaranya rusak akibat luka di leher.
     “Iya, Kak. Aku janji nggak akan sedih lagi.” Sahutku. Aku mengerti maksud bahasa isyarat kak Gerald. Ia memintaku untuk tidak bersedih lagi. Katanya ia akan slalu menjagaku. Kak Gerald pamit pulang padaku. Rumahnya tak jauh dari rumahku. Rumah kelima jika dihitung dari rumahku.
     “Hati-hati di jalan, Kak! Jangan lupa besok hari Minggu temani Carol main layang-layang, ya.”
Kak Gerald mengacungkan jempolnya.
      Hari Minggu tiba. Aku dan Kak Gerald bermain-main layang-layang di taman bermain kompleks perumahan kami. Hari ini aku membawa layang-layang pemberian Kak Adit. Kami asyik bermain layang-layang. Aku mengajak Kak Gerald bertukar layang-layang. Aku memainkan layang-layangnya, sedangkan Kak Gerald memainkan layang-layangku.
      “Kak, Carol pamit cuci tangan di sungai itu, ya.” Aku menurunkan layang-layang Kak Gerald, sedangkan ia masih memainkan layang-layangku.
Kak Gerald mengangguk. Ia menggerak-gerakkan tangannya.
      “Iya, Kak… Carolakan berhati-hati dan nggak berlama-lama, kok.” Sahutku sambil berlalu menuju sungai.
        Setelah mencuci tnganku, aku kembali ke taman bermain. Alam berubah menjadi gerimis. Dikejauhan kulihat Kak Gerald sedang berusaha menarik-narik layang-layangku. Ia terlihat panic. Angin terlalu kuat. Hingga akhirnya…… oh, tidak… layang-layang pemberian Kak Adit putus dan terbang entah kemana jatuhnya. Aku berlari sekuat tenaga mengikuti layang-layangku. Kuliahat Kak Gerald berlari menyusul. Ternyata tersangkut di pohon yang sangat tinggi. Hujan masih gerimis, walau agak sedikit reda. Kak Gerald berhenti di sampingku. Aku menatap tajam ke arahnya.
       “Kak Gerald jahat. Kakak membuat aku kehilangan kembali Kak Aditku. Kakak membuat aku gagal memenuhi janjiku kepada Kak Adit. Aku menyesal pernah mengenal Kakak.” Aku berlalu pergi. Kak Gerald mengejarku. Ia menggerak-gerakkan tangannya. Ia berusaha mencegahku pulang sendiri. Aku tak mau tau lagi.
      “Jangan pernah muncul di kehidupanku lagi. SELAMANYA!!” KAK Gerald terpaku. Ia tertunduk sedih dan tak lagi berusaha mengejarku.
***



     Alarmku berbunyi. Aku segara mandi dan mengenakan seragamku. Rasanya kepalaku pusing dan aku masih ngantuk berat. Semalaman aku tak bisa tidur memikirkan layang-layang Kak Adit. Rasanya ingin berteriak. Rasa benciku kepada Kak Gerald semakin kuat. Aku tak mau bertemu dengannya lagi. Aku ingin ia pergi dari kehidupanku selamanya.
     Setelah semua beres, aku turun ke ruang makan untuk sarapan. Mama telah menyiapkan sarapan untuk aku dan papa. Mama dan papa saling melirik, seperti ada sesuatu yang ingin disampaikan padaku, tetapi tertahan. Dan sepertinya mereka berdua berselisih untuk menyampaikannya, dan keduanya tampak sama-sama tak berani menyampaikan. Aku pura-pura tak peduli.
     “Carol, ini ada layang-layang Kak Adit.” Kata mama menyerahkan layang-layang kesayanganku yang agak sedikit luntur.
    “Kok, bisa ya, ma? Padahal kemarin nyangkut di pohon. Pohonnya tinggi banget sampai menjulur ke tiang listrik. Siapa yang memberikannya, ma?”
    “Mama Gerald, ia juga menitipkan surat ini padamu.”
    “Oke. Trims, Ma. Aku tau pasti Kak Gerald yang memanjat pohon itu. Aku mau minta maaf sama Kak Gerald karna udah marain dia kemarin.” Aku tersenyum, kemudian segera berlari.
     “Pa, tunggu bentar, ya. Mau ketemu Kak Gerald dulu mau minta maaf dan ngucapin trims sama dia. Sebantar ya, ma.” Buru-buru aku pergi sampai tak menghiraukan mama yang berlari mencegahku.
Akhirnya, sampai di rumah Kak Geral. Aku melihat di rumahnya sangat ramai.
    “Kenapa semua berseragam hitam? Seperti sedang berkabung. Oh…tidak, jangan-jangan mama Kak Gerald meninggal. Tapi, kan kata mama tadi dia ada datang ke rumuh kasi surat dan layang-layang itu.” Aku masih bergelut dengan alam pikirku yang belum terjawab. Aku segera berlari masuk ke rumah itu. Dan mendekati kerumunan yang sedang duduk mengitari jenazah. Ntah jenazah siapa.
     “Oh…tidah. Itu kan Kak Gerald.” Aku menangis hancur. Semua mata tertuju padaku. Papa Kak Gerald mendekatiku.
     “Apa yang terjadi, om?”
    “Kak Gerald tersetrum listrik ketika memanjat pohon di taman kompleks kita.”
Aku terkaku. Sepi. Semua menjadi begitu gelap.
***
      Aku membuka mataku walau masih agak sedikit berat. Kumemandang ke seliling ruangan. Aku sudah berada di kamarku. Aku kembali mengingat kejadian sebelum aku pingsan tadi. Kata papa Kak Gerald, Kak Gerald tersetrum ketika hendak turun karena pohon itu terkena aliran listrik. Ia sempat dibawa ke rumah sakit dalam keadaan tak sadarkan diri. Ia sempat melewati masa kritis. Ia menulis surat utukku. Setelah menulis surat, ia menghembuskan napasnya yang terakhir. Air mataku tak terbendung.
      Aku meraba-raba saku seragamku. (aku tak jadi ke sekolah. Aku yakin orang tuaku sudah mengabari pihak sekolah) mencari sesuatu. Yah..surat dari Kak Gerald yang ditulis di rumah sakit sebelum dia menghembuskan napas terakhir.

          Untuk adikku, Caroline
          Carol, maafkan kakak. Kakak tak sengaja merusak layang-layangmu.
          Ketika kamu meninggalkan kakak, kakak sangat khawatir karena kamu belum juga datang.     
          Kakak khawatir hal buruk terjadi padamu di sungai karena kamu tak bisa berenang.
          Seandainya kakak bisa berteriak kakak akan memanggilmu. Konsentrasi kakak tertuju padamu
          sehingga tak menyadari layang-layang itu sudah tersangkut di ranting-ranting pohon.
         Maafkan kakak karena telah membuat kamu terluka. Kakak telah gagal membuatmu bahagia.

      “Kak Gerald……………!” aku berteriak sekuat tenaga.
     “Maafkan Carol, Kak. Sekarang Carol sendiri. Siapa yang akan menemani Carol lagi?” Aku menutup mataku, terluka. Sangat dalam. Aku benar-benar benci hari ini.
***

Jumat, 18 Maret 2011

Oni si Rakus

Oni Si Rakus
Oleh: Agustin Flaviyana, S.Pd.

Matahari mulai terbit, burung-burung berkicau, semua satwa penghuni hutan mulai beraktivitas. Kabut pagi juga mulai lenyap dimakan mentari.

Di hutan itu terdapat kampung Kancil. Mereka hidup sangat Rukun dan hidup saling menolong. Ketika matahari terbit, mereka segera keluar dari lubang sarang di dalam tanah dan bersama-sama bergegas ke kebun masing-masing untuk bekerja.

Saat ini masih musim panas.. Waktu yang tepat bagi kawanan kancil untuk berkebun mananam wortel. Hingga musim penghujan tiba mereka tak perlu lagi keluar rumah untuk bekerja dan mencari makan karena mereka memiliki persediaan makanan yang cukup selama musim hujan.

Oci, kancil dan teman-temannya sangat rajin mencari makan dan bekerja di kebun. Pagi-pagi meraka segera mandi dan berangkat bekerja.
Lain halnya dengan Oni kancil, biarpun teman-temannya sudah pergi bekerja di kebun, dia tetap saja mendengkur.

“Oni, ayo bangun, teman-teman sudah bekerja..” ajak Oci Kancil sambil menarik selimut Oni.

“Malas ah...dingin-dingin begini enaknya bergulung dalam selimut…” Sahut Oni sambil menaikkan selimutnya.

“Kebunmu akan rusak jika tak pernah kau rawat. Sudah seminggu kau tak mengurus kebunmu. Tanamanmu akan mati semua Oni…kau bisa kelaparan jika musim dingin nanti tiba.” sahut Oci sambil melangkah ke luar
 rumah.

“Untuk apa capek-capek menanam wortel di kebun. Wortel di kebun manusia lebih melimpah. Buahnya juga sangat ranum dan rasanya lebih lezat bila dibandingkan dengan wortel yang kita taman. Lebih mudah mencuri wortel pak tani, dari pada menanam di kebun.” sSahut Oni. Oci hanya geleng-geleng kepala.
Setiba di kebun, Oci menceritakan kejadian tadi kepada teman-temannya. Mereka semua khawatir dengan nasib Oni.

“Suatu saat Oni pasti mendapat pelajaran dari kemalasan dan kerakusannya..” Kata Icil dengan wajah khawatir.

Matahari mulai terbenam, Oci dan teman-temannya pulang ke rumah masing-masing. Mereka melintasi rumah Oni. Dilihatnya Oni sedang makan wortel dengan lahapnya. Wortel yang sangat banyak itu ia habiskan semua. Wortel itu ia curi dari kebun Pak Tani.

“Oni sangat berani mengambil resiko. Dia tak takut dengan manusia. Manusia akan membunuhnya jika dia ketahuan.” ujar Oci sambil menggelengkan kepalanya. Mereka hanya berlalu di hadapan Oni karena mereka tau nasehat baik tak akan ada guna bagi Oni.

Musim panen tiba. Semua kancil mulai memanen hasil kebunnya. Mereka sangat gembira melihat hasil panen yang sangat melimpah. Sementara Oni pergi mencuri wortel di kebun Pak Tani. Oci dan teman-temannya pulang membawa hasil penen ke rumah. Begitu juga dengan Oni, ia membawa hasil curiannya pulang ke rumahnya. Setiba di rumah, Oni melahap semua makanannya tanpa menyisakan sedikit pun. Begitulah Oni, tak pernah ia menyiskan makanan untuk persediaannya. Lain halnya dengan Oci dan yang lain, mereka makan secukupnya dan menyisakan makanan untuk persediaan di lumbung tempat makanan. Lumbung tempat makanan itu berada di daerah tinggi, sehingga ketika musim hujan dan banjir, kereka segera bergegas di lumbung itu untuk mengunsi. Semua hasil panen mereka satukan di lumbung itu.

Menjelang pagi, cuaca mulai mendung. Angin bertiup sangat kencang. Semua warga kancil segera bergegas menuju lumbung makanan di daerah tinggi. Oci segera bergegas ke rumah Oni untuk membangunkannya karena ia yakin Oni pasti masih lterlelap.

“Oni, ayo bangun. Musim hujan tiba. kampung kiata akan kebanjiran. Ayo cepat segera mengunsi…” ajak Oci sambil menarik Oni.

“kalian pergi saja duluan. Aku akan menyusul…” sahut Oni dengan malas. Ia kemudian tidur lagi. Oci kemudian pergi meninggalkannya.

Keesokan harinya, air mulai masuk ke lubang sarang Oni. Oni segera berlari menyelamatkan diri dan sampailah ia ke lumbung makanan dengan wajah kelalahan. Dilihatnya teman-temannya sedng makan bersama. Tiba-tiba saja perutnya terasa melilit karena kelaparan. Ia tak ingat makan karena tidur sehari semalam selama hujan deras. Setelah lubang sarangnya kemasukan air barulah ia berabjak pergi.

“Kemarilah Oni. Ayo, kita makan bersama…” ajak Oni dan teman-teman yang lain. Sebenarnya Oni sangat ingin makan, tetapi ia malu dan gengsi untuk makan karena dia tak pernah ikut menyimpan hasil panennya di lumbung itu.

“Kalian makan saja. Aku sudah kenyang. Aku sudah makan sangat banyak.” sahutnya dengan sombong.

“Jika persediaan makananmu sudah habis, kau boleh makan bersama kami.” Kata Oci dengan ramah.

“Tak usah. Persediaan makananku lebih banyak dari punya kalian.” katanya dengan angkuh.

“Kau bohong. Di mana kau menyimpannya? Sarang kita kan sudah terkena banjir.” sahut Ucil marah.

“Di suatu tempat yang aman..” sahut Oni berbohong. Wajahnya terlihat angkuh.
Sudah tiga hari berlalu. Hujan belum juga reda. Perut Oni sudah semakin lapar.

“Ayolah Oni, makan bersama kami.” ajak Oci.

“Tak usah. Sekarang aku mau mengambil makananku…” sahut Oni sambil berlalu.

“Jangan Oni. Hujan masih sangat deras. Sangat berbahaya bagi keselamatanmu.” cegah teman-temannya.
Oni tak peduli. Dia tetap pergi meninggalkan teman-temannya. Dia terus berjalan dari ranting ke ranting menuju kebun Pak Tani. Ranting-ranting itu sangat licin, hampir saja ia terjatuh. Namun, ia berhasil sampai di kebun Pak Tani.

Dengan berani, Oni Kancil masuk ke kebun Pak Tani. Ia melahap wortel-wortel Pak Tani. Ia terus makan tanpa menghiraukan keadaan di sekitarnya. Setelah kenyang, ia memetik lagi wortel-wortel itu dan memasukkannya ke kantong yang ia bawa. Ketika hendak beranjak pergi, tiba-tiba saja Pak Tani sudah berada di depannya dengan membawa senapan. Oni sangat terkejut, jantungnya berdetak sangat kencang. Dia berlari sekuat tenaga. Dengan gesit Pak Tani berlari mengejarnya dan berhasil menembak Oni tepat di kakinya. Oni Kancil tersungkur. Ketika akan menembak lagi, tiba-tiba saja Pak Tani berlari meninggalkan Oni karena ia terkejut dengan bunyi petir yang sangat nyaring. Ternyata bunyi petir itu adalah bunyi petir tipuan yang dibuat oleh Oci dan teman-temannya. Mereka berhasil menyelamatkan Oni. Walau berhasil selamat, tetapi kaki Ono luka parah sehingga ia tak dapat berjalan pulang ke rumah. Oci dan teman-temannya menggotong Oni pulang ke rumah.
“Syukurlah kita tidak terlambat menyelamatkan Oni. Satu detik saja kita terlambat, Oni pasti tidak selamat.” ujar Oci sambil mengangkat tubuh Oni yang terkapar tak berdaya.
Ternyata, secara diam-diam Oci dan teman-temannya mengikuti Oni dari belakang karena mereka tau Oni berbohong dan mereka curiga bahwa Oni akan pergi ke kebun manusia. Karena merasa khawatir, mereka membuntuti Oni samapai ke kebum pak tani.
“Terimakasih teman-teman, kalian telah menyelamatkan nyawaku. Aku berjanji tidak akan malas dan rakus lagi.” kata Oni sambil menangis dengan penuh penyesalan.(Yn)

Cici Ciacak yang Cerdik

Cici Cicak yang Cerdik
Oleh Agustin Flaviyana, S,Pd.

Cici seekor Cicak yang tinggal di rumah manusia sejak dalam perut ibunya. Ibunya meninggal di makan kucing ketika ia baru berusia tiga minggu. Kini ia tinggal bersama dengan Neneknya. Sedangkan keberadaan Ayahnya hingga saat ini tak ia ketahui. Semenjak ia mulai bisa berpikir, hanya nenek sajalah keluarga yang ia kenal. Nenek merupakan Ayah dan Ibu baginya. Ia sangat menyayangi neneknya itu. Cici cicak tumbuh menjadi anak yang pintar dan baik hati. Dia selalu membantu neneknya bekerja di sarang maupun bekerja mencari makan. Ia mulai khawatir dengan neneknya yang sudah sangat tua itu. Nenek sudah mulai sakit-sakitan.

“Nek, mulai sekarang biarlah aku saja yang bekerja keluar sarang untuk mencari makan. Nenek istirahat saja menunggu sarang.” Pinta Cici kepada neneknya. Namun, neneknya menolak.

“Aku masih kuat untuk mencari makan, Cu. Nenek tak mau membiarkanmu seorang diri berkeliaran di luar sarang. Sangatlah berbahaya. Nenek masih mampu melindungimu.” Sahut nenek sambil mengelus kepala Cici. Walau dalam hati Cici sangat khawatir dengan nenek, namun ia tak berani untuk menentang.
Pagi-pagi sekali Cici sudah bangun. Ia merapikan sarang dan menyiapkan sarapan untuk neneknya. Ketika neneknya bangun, semua pekerjaan rumah sudah beres. Neneknya sangat senang sekali. Setelah selesai sarapan, Cici dan nenek pergi bekerja mencari makan. Makanan buruan yang mereka sukai adalah nyamuk. Mereka harus hati-hati karena ada kucing yang sangat kejam berkeliaran di rumah manusia.

Cici dan nenek sangat senang ketika melihat sekumpulan nyamuk yang sangat banyak dan gemuk-gemuk di balik tirai jendela kamar pemilik rumah. Ketika akan menangkap nyamuk-nyamuk itu, tiba-tiba saja kucing penjaga rumah yang kejam itu datang dan siap menangkap Cici Cicak dan nenek. Mereka berdua sangat ketakutan. Dengan sekuat tenaga Cici dan nenek berlari. Namun sungguh sayang, nenek tak mampu untuk berlari kencang. Cici tak sampai hati untuk meninggalkan nenek seorang diri. Ia tak rela jika nenek menjadi santapan kucing kejam itu. Kucing itu sudah hampir dekat ke arah nenek. Nenek terlihat tak berdaya dan hanya bisa pasrah. Cici sangat sedih. Ia berpikir akan kehilangan neneknya tercinta.
Tiba-tiba Cici mendapat akal.

“Hai ...kucing. Kau sangat pengecut hendak memangsa Cicak yang sudah tua. Tubuhnya sangat keriput dan kurus. Tak lagi banyak daging. Rasanya pun tak lezat. Kau lihat aku. Dagingku padat. Aku masih muda. Tentunya sangat lezat sekali. Tapi, aku yakin Kau tak tertarik memangsaku karena takut. Kau hanya berani dengan nenek tua yang tak berdaya..” hasut Cici dengan tegas. Mendengar ejekkan Cici, kucing itu marah besar.

“Kata siapa aku penakut.?Akulah binatang yang terkuat di rumah ini.” kata Kucing sambil berusaha menerkam Cici. Cici segera lari. Kucing juga terus mengejarnya. Cici kemudian berhenti di depan kandang Dogi si anjing penjaga rumah. Tepat di dekat ekor Dogi, Cici menanggalkan ekornya kemudian bersembunyi di balik kandang. Ekor itu terus bergerak-gerak. Kucing sangat senang sekali melihat ekor Cici yang lincah. Ia sudah tak sabar ingin memakannya.

Kucing itu sangat mudah sekali ditipu. Ia mengira Cici Cicak bersembunyi di balik keset bebulu. Tanpa pikir panjang, Kucing langsung menerkam ekor itu. Namun tiba-tiba saja Dogi bangkit dan memperlihatkan giginya yang tajam kepada kucing. Ternyata ekor Dogi ia kira keset berbulu. Dodi kemudian menggigit ekor Kucing. Kucing lari pontang-panting. Akhirnya, Cici dan nenek selamat.

“Trimakasih Dogi. Kau telah menyelamatkan kami.” kata Cici sambil mengelus ekor Dogi.

“Ini juga berkat kecerdikanmu, Cici. Kau Cicak yang baik dan sayang terhadap nenekmu. Kau adalah Cicak yang cerdik dan pemberani.” Kata anjing samlbil mengelus kepala Cici. Dogi Anjing sangat terharu melihat pengorbananCici terhdap neneknya.

“Trimakasih, Cu. Tapi, nenek tak mau kau mengulanginya lagi. Itu sangat mengancam nyawamu. Biarlah nenek yang jadi korban asalkan kau selamat.”

“Jangan bicara seperti itu, nek. Apa pun akan aku lakukan untuk melindungi nenek. Waktu aku kecil neneklah yang merawat dan melindungiku dari ancaman bahaya. Sekarang sudah sepantasnyalah aku melindungi nenek.’”sahut Cici sambil memeluk neneknya. Setelah keadaan aman kembali, mereka segera pulang ke sarang.
Suatu hari Cici sakit. Ia tak mampu untuk bangun. Kemudian neneknyalah yang bangun pagi-pagi dan merawatnya. Setelah merawat Cici dan memeberi nya obat, barulah nenek berangkat kerja mencari makanan.

“Cu’, nenek mau berangkat mencari makan. Kau baik-baiklah di rumah. Jaga dirimu baik-baik, ya. “ kata nenek pamit sambil mengelus ekor Cici. Cici sangat sedih melihat neneknya berangkat seorang diri. Ia sangat khawatir terhadap neneknya.

“Iya, nek. Kau juga haruslah hati-hati. Jangan sampai nenek bertemudengan kucing jahat itu lagi.” kata Cici sambil mencium dan memeluk neneknya. Air matanya terus mengalir. Cici sangat sedih melihat neneknya yang sudah tua itu

Sudah larut malam, tetapi nenek belum juga pulang ke rumah. Cici sngat khawatir. Ia sedih memikirkan neneknya. Tiga hari berlalu, nenek belum juga pulang. Cici memutuskan untuk mencari neneknya. Alangkah terkejutnya Cici ketika mengetahui neneknya telah tiada. Tikus-tikus yang ada di rumah itu menceritakannya kepada Cici. Cici sangat sedih dan berniat membalas kejahatan Kucing. Ia meminta bantuan tikus-tikus. Mereka mulai mengatur rencana.

Keesokan harinya, Cici menemui kucing dan mengatakan kepada kucing bahwa banyak sekali tikus di atas atap. Mendengar hal itu kucing segera naik ke atap. Ternyata benar, banyak sekali tikus-tikus berkeliaran. Kucing berlari dan melompat ke arah tikus-tikus. Dalam waktu yang bersamaan, tikus-tikus itu melompat ke masing-masing sisi. Namun kucing itu sudah terlanjur melompat dan jatuh tepat di atas jebakan yang dipasang Cici Cicak. Ternyata tikus-tikus itu sengaja berkerumun di depan jebakan itu untuk mengumpan Kucing jahat itu. Kaki kucing terjepit dan mengalami luka. Karena tak dapat menahan tubuhnya, ia kemudian terjatuh dan celaka. Walau dalam hati Cici sudah puas memebalas perbuatan jahat Kucing, namun kesedihannya tak kunjung hilang karena kehilangan nenek yang sangat ia sayangi. Air matanya terus saja mengalir bila teringat dengan pesan terakhir neneknya. Ia tak menyangka jika itu merupakan pertemuan terakhir dengan neneknya.

“Maafkan aku, Nek. Aku gagal melindungimu.” Cici trus menangis mengenang neneknya. Kini ia hidup sebatang kara. (yn)

Testimoni

CONEKNG
(TESTIMONI MISTERI PELET DAYAK KANAYATN)
Oleh: Agustin Flaviyana, S.Pd.

Ini bukan lelucon. Empat tahun lalu, ketika aku masih duduk di bangku SMA, seorang gadis berperawakan tinggi kerempeng dengan dada kecil datang ke rumah sambil menyeret sisa tangis.

Namanya De, Desember tahun ini ia genap berusia 22 tahun. De adalah temanku, walau kami tak begitu akrab. Rambutnya yang panjang dan jarang diikat member kesan feminism pada yang melihat. Satu hal yang unik dari gadis ini, dia sesalu membawa tas setiap berpergian.
Malam itu ia menemuiku dengan wajah gusar dan mata sedikit sembab.
“Padahal sebelumnya aku tak menyukainya.”
Mata De menerawang jauh, tatapannya gelap menabrak malam. Wajahnya tampak begitu pekat.
Aku masih diam belum mengerti apa yang terjadi. De hanya mengatakan sesuatu dalam dirinya sedang bergejolak. Akibatnya, makan pun tak enak, tidur pun tak nyenyak. Semakin lama, wajahnya semakin gelisah.
Ada apa? Aku mengerutkan kening, tak mengerti. Aku merubah posisi duduk, lebih dekat dengannya, menanti kalimat selanjutnya
Hening, padahal malam belum begitu larut. Tapi di luar sudah sepi. Maklumlah, listrik padam, hujan gerimis pula. Hawa dingin membuat orang-orang terlanjur merapat ke balik selimut dan malas untuk keluar lagi. Sementara kami baru memulai percakapan di beranda rumah.
Pasti tak ada yang lebih enak selain tidur. Kecuali ada hal yang sangat luar biasa, seperti yang dialami De.
Mulut gadis itu kembali terbuka, menyemburkan sesuatu yang membuat aku terperangah.
“Pasti aku diguna-gunai. Buktinya setiap saat aku selalu teringat padanya. Pasti ia memasukkan sesuatu di mangkuk baksoku.”
De menceritakan terakhir bertemu dengan pemuda itu, seminggu sepekan lepas.
“Dia mentraktirku semangkuk bakso di kantin sekolah,” ujarnya. Ia menatapku nanar, menunggu reaksi.
“O…” sahutku. Barulah aku mengerti. Aku hampir cekikikan. Tapi kutahan saja.
“Hari gini masih percaya sama yang begituan.” Pikirku dalam hati.
De mengaku, tiap saat, tiap waktu, dan kemana pun ia melangkah wajah pemuda teman sekolahnya it uterus terbayaang. Ingin bertemu, rindu noek-noek (menggangu) yang melampaui batas. Barangkali seperti rasa haus yang tak tertahan!
“Apa kau tau penawarnya? Aku begitu tersiksa jika terus terkenang.”
De mengeluh ia tampak sangat menderita.
“Mungkin aku tau sedikit,” sahutku sekenanya. Padahal aku tak begitu yakin.
“Kamu terkena conekng atau yang biasa disebut ‘Pelet’!”
De mengerutkan dahinya.
***

Conekng atau pelet bahasa lainnya adalah ilmu pengasihan suatu daya magis yang membuat orang yang dipelet tergila-gila dan ‘jatuh cinta’ kepada pengguna. Orang Dayak Iban menyebutnya Jayau, sedangkan Dayak Kanayatn menyebutnya Conekng. Aku pernah mendengar kakekku bercerita tentang ilmu magic yang satu ini.
Seorang peneliti jebolan Universiti Kebangsaan Malaysia, Dr. Hermansyah pernah menulid tesis dan disertasi tentang magi Ulu Kapuas. Diantaranya membuat kajian tentang kearifan lokal masyarakat Melayu Kapuas Hulu yang memiliki cuca’ atau jampi-jampi demikian.
Aku memutar memoriku ke tiga tahun silam. Pada percakapan dengan kakekku. Itu dikenal sebagai para normal atau dukun paboreatn. Yaitu orang yang memiliki keahlian orang sakin dengan cara babore balenggang (ritual pengobatan tradisional Dayak Kanayatn). Saat mengobati si sakit, kakek membaca mantranya diiringi tetabuhan yang berasal dari dau (gong-gong kecil), tawak (gong besar), dan solekng (suling).
Orang kampong memanggil kakekku Nek Usu. Nama lengkapnya adalah Yohanes Uncokng. Orang Dayak Kanayatn menyebut kakek atau nenek dengan sebutan Nek, lantas diikiti namanya. Misalnya Nek Baruakng Klub, Nek Bagas, Nek Mangku, Nek Toto’ dan lain-lain. Sama dengan masyarakat Dayak Kayaan Mendalam yang menyebut kakek dan nenek dengan sebutan Uku’. Nek Usu usianya sejitar 75 tahun. Dia cukup punya nama di desa Lingga, masih daerah Kecamatan Sungai Ambawang.
Suatu hari kakek menjelaskan kalau conekng adalah sejenis ritual yang dilaksanakan dengan tuuan membuat pria atau wanita yang diinginkan menjadi tertarik dan tergila-gila pada panyonekng. Panyonekng adalah orang yang memakai conekng untuk memelet. Masih menurut Nek Usu, conekng tidaklah berbahaya bagi nyawa seseorang, ritual ini hanya membuat seseorang menglami kerinduan hebat dan gelisah.
“Conekng nang lazim urakng kanal, khususnya urakng diri Dayak Kanayatn, conekng nang make mantra (jampi-jampi). Sabanarnya ada ugak conekng nang nana meke mantra. Cuma make ‘paribuh-paribuh’ koihan. Make cara pelaksanaan nang khusus. Palaksanaannya malam Jumat. Nana mulih malam lain,” terang Nek Usu.
Meski pandai berbahasa Indonesia, tetapi jika berbicara kepada cucu-cucunya dan orang sekampung, Nek Usu selalu menggunakan bahasa daerah. Jika diterjemahkan,
“Conekng yang sering orang kenal, khususnya orang kita Dayak Kanayatn adalah conekng yang menggunakan mantra. Sebenarnya ada juga conekng yang tidak menggunakan mantra, hanya menggunakan paribuh-paribuh. Ritualnya dilakukan secara khusus. Dilaksanakan malam Jumat. Tidak boleh malam lain.”
“Ah..hal mistis, memang tak jauh-jauh dari malam Jumat. Bagaikan malam keramat,” batinku. Nek Usu menoleh ke arahku seakan tau pikiranku.
“Ngahe harus malam Jumat, nek?” Aku bertanya mengapa ritualnya harus malam Jumat.
“Nia bapangaruh ka’ kasiat conekng. Kade malam lain, Awa Pama man Jubata bai atakng manto. Nana nyiupm ia ka’ kamayan nang diri nunu.” Terang Kakek sambil memperlihatkan kemeyan. Kekek menjelaskan bahwa ini berpengaru pada kasiat conekng karena jika malam lain, rohleluhur dan Jubata(Tuhan) tak mau dating menolong. Mereka tak dapat mencium bau kemeyan yang dibakar.
Salah satu riyusl conekng yang kutahu dari Nek Usu adalah conekng ai’ mata uap. Uap adalah sejenis burung hantu (Eurasian eagle-owl) yang dalam Bahasa Indonesia disebut burung pungguk. Wah..wah… air matanya bisa dijadikan pelet? Padahal Dato’ Mohd Nazry Abdul Rahim pernah mempublikasikan di http://berita.perak.gov.my/, kalau burung pungguk itu justru bisa diberdayakan untuk memusnahkan tikus di ladang. Hmm, lucu juga ya?
Ritual conekng ai’ mata uap dilaksanakan tepat malam Jumat. Tak berlaku untuk malam-malam lain. Beberapa sub suku masyarakat Dayak maupun Melayu percaya saat bulan purnama burung itu menangis. Nah, jika malam purnama terjadi pada malam Jumat inilah panyonekng beraksi.
“Uap…uap…uap…” begitu kira-kira bunyi burung itu. Beda dengan sepupunya burung hantu yang berbunyi “Uk…uk..uk!
Wih… merinding jadinya bulu kuduk. Kubelai tengkukku yang terasa sejuk seakan ada yang menegurku.
“Bayangkan saja jika kita mendengarkan tangisan burung ini di tengah hutan, sendiri pula.,” pikirku dalam hati.
Bagaimana cara panyonekng beraksi? Biasanya mulai dari mengambil sarang burung uap yang basah. Dipercaya sarang itu basah karena air mata burung tadi yang menurut legenda, dia selalu menangis karena terkenang pada bulan kekasihnya. Anda pasti ingat dengan pepatah lama yang berbunyi, “like the owl calling the moon (bagai pungguk merindukan bulan)”. Lantas sarang itu dibakar sampai menjadi arang.
“Urakng nang kana conekng kalakuannya ampir sama man burukng nia. Kaja ngeak kade’ dah takanang ka’ urakng nang nyonekng ia,” kata Nek usu ketika itu. Maksudnya orang yang terkena conekng kelakuannya hampir sama dengan burung pungguk. Sering menangis saat teringat pada orang yang memberinya conekng.
Arang dari sarang ini kemudian dicampur minyak kalapa ijo. Minyak ini terbuat dari daging kelapa hijau yang diparut, diperas dan diambil sarinya lalu disaring. Air hasil saringan direbus sampai kering dan menyisakan minyak. Minyak inilah yang disebut minyak kalapa ijo.
Arang dan minyak yang sudah dicampur tadi kemudian disaring. Hasil saringannya dimasukan ke dalam botol lalu disau’ (mengelilingkan botolnya di atas asap pembakaran kemeyan) sampai minyak tadi berbuih. Setelah itu masukkan jarum dan kapas ke dalam botol berisi minyak tadi. Minyak inilah yang dioleskan pada alis mata panyonekng dengan menggunakan jari manis. Keesokan harinya, jika betemu dengan sang pujaan hati (target), panyonekng tinggal menagngkat alisnya atau mengedipkan mata kea rah yang menjadi target. Saat beraksi, harus dipastikan mata panyonekng menatap tepat di mata sasaran. Jika memang tokcer, gadis atau pria yang menjadi sasaran pasti langsung jatuh hati dan tergila-gila pada panyonekng.
Tak selesai sampai di situ saja.panyonekng harus melingkarkan tangannya pada pinggang orang yang menjadi objek sambil menyentuhkan jari manisnya ke tulang rusuk sebelah kiri target. Konon, dengan teknik tambahan ini objek akan semakin tergila-gila, lengket seperti perangko dalam jangka waktu yang lama bahkan bisa seumur hidup. Syaratnya anda sanggup tak melanggar pantangan.
Selain conekng ai’ mata uap, ada lagi conekng yang menggunakan mantra.
Menurut dukun paboreatn lain, Pak Andang, conekng yang menggunakan mantra lebih sederhana. Seperti Nek Usu, Pak Andang juga dukun paboretn yang kesohor di seantero Sungai Ambawang, khususnya di desa Lingga, Korek, dan Pancaroba. Tahun ini mungkin usianya sudah 70 tahun.
“Panyonekng harus ngalit buuk kakasihnya koa. Kade dah namu buuk koa, pada malam Jumat panyonekng nunu buuk koa ka’ atas patunuan kamayan sampe jadi abu. Sambil maca mantra. Kade batamu man kakasih nang dibarea conekng tadi, tolesatn abu tadi ka’ kaaning ka’ atara dua bege’ matanya. Tagah panyonekng dari, pakoa ugak ia naringatatnnya… Pantangan panyonekng nana mulih makatni kulat putih…” urainya suatu hari.
Pak Andang menjelaskan bahwa Panyonekng harus mencuri rambut kekasihnya itu. Kalau sudah dapat rambutnya, pada malam Jumatnya, panyonekng membakar rambut itu ke atas api pembakaran kemeyan sampai menjadi abu sambil membaca mantra. Jika bertemu dengan kekasih yang mau dipelet, toleskan saja di kening antara kedua mata target. Setelah panyonekng pergi, maka ia akan terkenang. Pantangan panyonekng tak boleh makan kulat putih.
Ia juga menyontohkan mantraconekng tersebut.

Bismilah tanah ai’ bare aku sarupa langit man Allah
Kambang tujuh rupa nyingah ka’ aku
Cahaya malimpah ka’ muhaku
Tancapatn rusukku ka’ati kakasih
Sihingga takanan’, takangang ka’ muhaku
Barakat aku make cahaya langit
Barakat aku make cahaya Allah
Barakat aku make cahaya pangasih
Makin saari makin nganang aku
Makin sabulatn makin ngeaki’ aku
Makin satahutn makin kasih ka’ aku
Barakat aku make cahaya langit
Barakat aku make cahaya Allah
Bismilah…

***

Di luar gerimis mereda.
Namun biasnya serasa menikam tulang. Aku menghentikan cerita. De terpaku di sebelahku, hanyut dalam malam yang kian larut.
Aku bangkit dari tempat duduk dan mengambi dua gelas air putih. Kulirik De yang masih menanti sebuah jawaban dariku.
“Lalu bagaimana menghilangkan conekngnya?” di bawah remang lampu beranda, matanya tampak berkacaa-kaca dan memelas.
Aku menyerumput minuman. Membasahi kerongkongan
Ah, kasihan juga aku membuat ia menunggu. Aku ingat kalimat Nek Usu waktu itu, lalu kusampaikan kepada De.
“Pertama, mandi kembang di bawah tangga beranda rumah. Satu oranng mebnyiramkan air kembang (bunga tujuh rupa) di atas kepalamu. Ramuannya bunga melati, daun selasih, daun sirih, buah langir, dan jeruk purut ditambah 2 jenis bung lain. Kedua, merunduk bolak-balik tujuh kali di bawah jemuran. Dijamin, pengaruh conekngnya hilang. Coba aja!”
Tapi, terus terang aku sendiri tak begitu yakin. Aku juga bukan cenayag atau para normal yang bisa menyembuhkan.
Syukurlah De tampak puas. Senyumnya mengembang menghias wajah.
“Aku akan mencobanya. Mudah-mudahan berhasil melenyapkan pengaruh conekng yang bersarang dalam tubuhku ini,”
“Kau yakin?” tanyaku.
De mengaangguk. Aku tersenyum kelu sebelum kami berpisah.
***

Tiga hari kemudian De dating lagi menemuiku dengan wajah pucat. Tampangnya lebih kusut dari kemarin, lelah karena semalaman tak tidur lantaran teringat lelaki itu. Saking tak kuatnya, De sampai tersedu-sedu. Nasibnya benar-benar mirip pungguk merindukan bulan hari itu.
“Kemarin aku mandi kembang di bawah tangga rumahku, merunduk bolak-balik tujuh kali di bawah jemuran, panas-panas pula. Bahkan sudah tiga kali diulang. Tapi tetap saja wajah lelaki itu tak mau lenyap. Bahkan perasaan ini semakin kuat, pengaruh conekng itu belum juga hilang…,” keluhnya.
Keningku kembali mengkerut. Walau tak gatal, tak sadar aku menggaruk-garuk kepalaku. Hamper saja tawaku meledak.
Terus terang sulit membedakan antara kasmaran akibat conekng dengan jatuh cinta benaran.
Tapi, De tiba-tiba bangkit. Aku terkaget-kaget. Ia seperti burung dara yang menemukan cara lolos dari sangkar.
“Sebentar…,” katanya.
“Apa?” Tanyaku agak kaget.
“Aku belum coba cara terakhir.”
Aku melotot, “Apa itu?”
“Pantangan panyonekng adalah memakan kulat putih. Besok aku akan menemuinya dan memaksa ia makan kulat itu.”
De bergegas pergi, meninggalkanku yang terbengong sendirian hingga tak mampu mengedipkan mata.
***

Lingga, 9 juli 2007
(Kegiatan latihan jurnalistik mahasiswa Sungai Ambawang oleh redaksi Borneo Tribun)

Kamis, 17 Maret 2011

Puisi Terbaik

Tamanku

Wahai… engkau taman yang indah
Sanubari terpukau oleh pesonamu
Amboi… cantiknya penghilang gundah
Buatku tergoda untuk hampirimu

Bunga yang tumbuh berwarna-warni
Sungguh elok dan rupawan
Kupu-kupu dan kumbang kian kemari
Sebagai penghias taman

Nuraniku tergona melihat bungamu yang gemulai
Rumput-rumput hijau terhampar rapi
Pohon-pohon rindang penenang hati
Tempat berteduh penghilang sepi

Kuberjanji dengan segenap jiwa
Untuk slalu merawatmu
Ditiap langkah kesibukanku jua
Tersisa waktu untuk memanjakanmu

Karya: Alex Kurniadi
(Siswa kelas VIIA SMP KATOLIK SANTU PETRUS


Lebah
Lebah
Langkahmu begitu gesit
Sayapmu begitu kuat
Engkau binatang yang rajin bekerja
Gerakmu begitu ulet
Membangun sarangmu sendiri

Sarangmu kau bangun sdi tempat aman
Kau jaga dari ancaman luar
Lantunan suaramu begitu tegas
Membuat syahdu pagi ini

Lebah…
Kau penghasil madu terbaik
Bermanfaat bagi orang lain
Kaulah panutan hidupku
Agar aku menjadi pelajar yang tekun
Spertimu yang tak kenal lelah
Selalu siaga menghadapi apa pun di sekitar mu.

Karya: surianto
(Siswa kls.VIID SMP Katolik Santu Petrus)



Bunga

Bunga-bunga..
Sungguh indah dipandang
Berwarna-warni seperti pelangi
Bunga-bunga tumbuh berseri
Di taman hatiku

Bunga-bungaku harum mewangi
Seperti dikenai parfum
Disukai banyak orang
Karna keindahan dan harummu

Kupu-kupu berhinggapan
Tertawa riang menari-nari
Menghisap sari bunga pemikat
Tergoda rayuan bunga yang gemulai

Aku slalu menyukaimu…

Karya: Natalia
(Siswi kelas VIIA SMP KATOLIK SANTU PETRUS)


Mutiara Alam Negeriku

Kubuka jendela kamarku
Derai angin menerpa wajah
Diiringi nyanyian burung kecil
Awan putih menggulung di langit biru
Bagai permadani tempat para malaikat
Ku mendongak ke langit atas
Menyerukan kata dengan suara lantang
Agar Sang Agung mendengar
Teriakanku “Tuhan…indahnya alammu!”

Jangan biarkan kilaunya meredup
Lenyap karna ulah mereka yang liar
Yang tak bias mendengar rintihan alamku
Alamku bisu tak dapat membela diri
Aku yang akan menjagamu dari mereka

Jangan menangis…
Jangan merintih
Teruslah berkilauan
Karna kau mutiara alam negeriku
Karya: Inda Junia
(Siswi kelas VIID SMP KATOLIK SANTU PETRUS)


Indahnya Alam Pagi
Mentari mulai bersinar
Burung-burung berkicau merdu
Dengarkanlah indah kicauannya
Embun-embun tampak berkilaun
Jatuh menetes dari dedaunan nun hijau

Sinar pagi begitu hangat menyentuh kulit
Hawa lembab mulai tergantikan
Mimpi-mimpi di kala malam mulai redup
Berbaur menjadi sbuah harapan
Untuk terus nikmati “Indahnya alam di pagi hari”

Jauhkan alamku dari bencana
Agar mentari pagi senantiasa bersinar
Disambut hati yang penuh semangat
Karya: Dewi Tya Claudya
(Siswi kls.VIID SMP Katolik Santu Petrus)

Alam Nusantaraku
Karya: Amelia
(Siswi Kelas VIID SMP KATOLIK SANTU PETRUS)

Gunung-gunung gagah menjulang tinggi
Sungai meliuk-liuk bak penari
Hutan menghijau tampak lestari
Terbentang sawah indah berseri

Rerumputan menari bergoyang-goyang
Burung-burung bersahut-sahut merdu mengiring
Semilir angin sepoy-sepoy berbisik riang
Alam bernyanyi menanti terang

Sawang hijau membentang luas
Dipagari pegunungan menjulang
Air semilir mengalir lepas
Gemercik di bebatuan karang

Oh, indahnya alam nusantaraku…
Damaikan hatiku pelipur lara
Senantiasa kuingat dengan doaku
Agar tetap terpelihara


Gunung Nusantaraku

Karya: Kresanti
(Siswi kelas VIID SMP KATLIK SANTU PETRUS)

Ku pandang nun jauh di sana
Pesona alam yang begitu megah
Tinggi menjulang tertutup awan
Diselimuti pepeohonan rindang

Sungai meliuk di kakimu
Gemericik air mengalir
Hawa sejuk menusuk kalbu
Menambah keindahanmu

Sejauh mata memandang
Tak bosan hati berdetak kagum
Alangkah indahnya alamku
Betapa agung penciptamu


Kota Pontianak

Pontianak kota bersinar
Kota yang bersih dan indah
Di kiri kanan tampak paru-paru kota
Indahnya kerlap-kerlip lampu malam hari

Pontianak kota tercinta
Penduduknya halus dan ramah
Beragam suku tinggal bersatu
“Dayak, Tionghoa, Melayu, Madura…”

Keanekaragaman budaya menghias kota
“Rumah Betang, Rumah Melayu, Biara dan Klenteng”
Aku sungguh berbangga dengan keberagaman yang ada
Itulah Kota Pontianak, kotaku tercinta…

Karya: Martha Cristina S.
(Siswi Kelas VIID SMP KATOLIK SANTU PETRUS)


Indahnya Alam Pagi Hari

Kubuka jendela di pagi hari
Menikmati kilauan sinar mentari
Kuhirup udara segar
Burung-burung lembut menyapa

Dedaunan berhias embun
Bak permata yang berkilauan
Dihiasi berbagai warna-warni bunga
Layaknya sang pelangi

Indahnya alam pagi ini
Semoga tetap seperti ini
Elok indah berseri
Tanpa luka sayatan bencana


Karya: Jessiva Limyo
Siswi kelas VIID SMP KATOLIK SANTU PETRUS


Bunga Kembang Sepatu

Wahai, kau bunga kembang sepatu
Kelopakmu begitu indah
Warnamu merah cerah
Membuatku semakin gairah

b entuk dan parasmu begitu indah
Dihiasi putik dan benang sari yang menjulang
Penenang hati yang sedang gundah
Begitu riang bukan kepalang

Karya: Velia C.
(Siswi Kelas VIIC SMP KATOLIK SANTU PETRUS)


Puisi Terukir di Taman Sekolah
Karya : Elianto
(Siswa kelas VIIF SMP KATOLIK SANTU PETRUS)

Rabu pagi di Taman Sekolah
Mentari tersenyum menyapa
Angin sejuk menyambut
Daun-daun melambai riang

Meja dan kursi taman menghampiri
Bunga-bunga bermekaran penenang jiwa
Patung Bunda Maria di tengah taman
Menjadi saksi bisu imajinasiku
Tuk terus berkhayal merangkai kata-kata indah

Dengan lembut penaku menari
Mengukir larik demi larik puisi
Aku bukan seorang pujangga
Tapi aku mampu mengukir kata bagai pujangga

Puisiku tercipta di Taman Sekolah


Mawar merah
Karya: Alpin R.
(Siswa kelas VIIF SMP KATOLIK SANTU PETRUS)

Indahnya tamanku di pagi hari
Mentari mulai tampak menyinari dunia
Memberikan kehangatan hati

Aku mengitari kebun bungaku
Bunga-bunga tertawa gembira
Angin berbisik lembut

Tak jauh kaki melangkah
Tampak olehku setangkai bunga berduri
Indahnya menarik hati


Bunga mawar merah berduri
Rupamu elok lestari
Harummu semerbak mewangi
Di taman hatiku


Eloknya Alam Negeriku
Karya: Verensia
(Siswi kelas VIIF SMP KATOLIK SANTU PETRUS)

Alam negeriku…
Engkau elok rupawan
Beraneka ragam tumbuhan menghijau
Sejuknya menenangkan jiwa

Alam negeriku
Gunung-gunung menjulang tinggi
Hutan tropis terbentang luas
Sungai-sungai berjejer meliuk

Alam negeriku
Bagaikan tanah surga
Tongkat, kayu bisa jadi tanaman
Sumber kehidupan satwa
Tempat tinggal manusia spanjang hayat


Bumi Indonesiaku
Karya: Aldo Sanchia
(Siswa kelas VIIF SMP KATOLIK SANTU PETRUS)

Indahnya bumi Indonesia
Banyak hutan lebat penghasil rempah
Kaya akan bahan tambang
Penghasil minyak dan mineral lain

Beragam satwa bernapas
Tumbuhan hijau tumbuh dengan subur
Gunung pun membusungkan dada
Pantai berhias diri

Bumi Indonesia begitu asri
Jagalah agar tetap lestari
Jangan biarkan Bumiku punah
Akibat ulah tangan manusia tak bertanggung jawab

Kan slalu kujaga Bumiku tercinta
Agar tetap indah dan kuat

Hangatnya mentari
Karya: Cindy sari
(Siswa kelas VIIF SMP KATOLIK SANTU PETRUS)

Di pagi hari yang cerah
Raja Siang tlah keluar dari peraduannya
Cahayanya menyinari dunia
Memberikan kehangatan dan ketenangan
Ketika terang, semua tampak begitu indah
Bunga-bunga bermekaran berwarna-warni
Daun-daun siap berfotosintesis
Kupu-kupu dan kumbang menggona si bunga
Mentari tersenyum melihat semua itu

Duniaku

Pohon-pohon berderetan
Seakan berlomba berbaris rapi
Tegap sperti deretan para tentara

Bunga-bunga bergoyang tertiup angin
Seakan-akan menari-nari
Elok rupawan bak permaisuri Raja

Gunung-gunung menjulang tinggi
Menyambut riak-riak mentari
Pantai elok terhampar luas
Ombak bergulung-gulung mesra di tepian pantai

Namun semua tampak berubah
Pohon-pohon terbakar sudah
Bunga-bunga terpetik layu
Udara diselimuti debu
Sungai-sungai tercemar menjerit

Duniaku..
Keidahanmu tercemar oleh ulah tak bersahabat
Menjadi korban kekejaman mereka

Kan kujaga duniaku dari mereka
mereka yang durhaka terhadap ibu pertiwi

SASTRA

Karya Sastra
Sastra adalah hasil karya imajinatif seseorang baik dalam bentuk tulisan dan lisan.
3 bentuk karya sastra: Puisi-Prosa-Drama
1. Puisi
Puisi terdiri atas puisi lama dan baru.
- Puisi lama: pantun, syair, sonata, gurindam, talibun
- Puisi baru

Bentuk puisi lama:
Kalau ada sumur di lading
Bolehlah kita menumpang mandi
Kalau ada umurku panjang
Bolehlah kita berjumpa lagi

Bentuk puisi baru:
Kota Pontianak

Pontianak kota bersinar
Kota yang bersih dan indah
Di kiri kanan tampak paru-paru kota
Indahnya kerlap-kerlip lampu malam hari

Pontianak kota tercinta
Penduduknya halus dan ramah
Beragam suku tinggal bersatu
“Dayak, Tionghoa, Melayu, Madura…”

Keanekaragaman budaya menghias kota
“Rumah Betang, Rumah Melayu, Biara dan Klenteng”
Aku sungguh berbangga dengan keberagaman yang ada
Itulah Kota Pontianak, kotaku tercinta…

Karya: Martha Cristina S.
(Siswi Kelas VIID SMP KATOLIK SANTU PETRUS)

2. Prosa
Prosa terdiri dari: cerpen, novel, novelet, dan dongeng (fabel, mite, dan legenda)

Bentuk prosa:
Berikut ini legenda (cerita rakyat dari daerah Sungai Ambawang)

Asal Mula Burung Ruai
(Sastra Lisan dari suku dayak kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya)

Di sebuah hutan yang lebat bernama hutan Ambawakng, hiduplah seorang gadis cantik jelita bernama Ruai. Ruai hidup bersama neneknya. Hanya mereka berdua saja. Sejak kecil Ruai dirawat oleh neneknya. Kedua orang tuanya sudah lama meninggal. Sejak ia masih berusia 7 tahun.
Ruai tumbuh menjadi gadis yang berparas elok. Tubuhnya begitu gemulai. Rambutnya yang ikal dan panjang terlihat sangat indah. Ia dikenal sebagai “Dayakng Tarigas” yang artinya gadis kayangan yang sangat cantik.
Setiap pagi, Ruai selalu melantunkan nyanyian yang sangat merdu. Suaranya merdu membuat penghuni hutan terhibur. Gerak gerik tubuhnya yang gemulai mengiringi lantunan lagu yang ia lantunkan.
Namun sungguh sayang, perilakunya sangat berbeda dengan keindahan bentuk yang diberikan Tuhan. Ruai memiliki sifat yang angkuh dan sombong. Kecantikannya telah membuat ia merasa lebih baik dari orang lain. Selain itu, ia juga memiliki sifat pemalas. Tak pernah ia membantu neneknya bekerja. Hanya nenek seorang diri saja yang membenting tulang mencari nafkah. Pekerjaan nenek mencari hasil hutan dan menjualnya ke pasar

3.Drama
Bentuk drama:
Berkemah di Hutan
Dodi, Wilson, Reza, dan Isak berteman baik sudah sejak lama. Suatu hari mereka berangkat ke sekolah bersama-sama. Setiba di sekolah, bel masuk berbunyi. Mereka segera masuk ke kelas. Sebelum pelajaran dimulai, bu Ani dan bu Ana mengumumkan bahwa besok sekolah akan mengadakan kemping ke sebuah hutan.
Wilson     :   “Asik… besok kemping!” (melompat-lompat kegirangan)
Isak         : “Iya, nih… pasti seru.” (senyum-senyum sambil melirik Wilson).
Dodi        : “Seru apanya. Hutan kan meyeramkan. Banyak binatang buas dan jangan-jangan ada  
                   penunggunya pula. Alias…mahluk halus.” (ketakutan sambil memegang tengkuknya)
Bu Ani     : “Tenang saja! Kita aman di sana karena ada banyak penjaga yang akan mendampingi kita.”
                  (memegang pundak Dodi)
Doni        : (melirik bu Ani sambil menelan ludah) “Iya, bu.”
Reza        : “Oya, bu. Pukul berapa kita berangkat?”
Bu Hana   : “Ibu akan menjelaskan mengenai kegiatan kita besok. Sekarang kalian dengar baik-baik!”
                  (melambaikan tangan kea rah seluruh siswa)
.....


Drama
Drama adalah karya yang ditulis dalam bentuk percakapan (dialog) yang dipertunjukkan oleh tokoh-tokoh di atas pentas. Drama digolongkan ke dalam beberapa bagian, yaitu drama dalam bentuk tertulis dan drama yang dipentaskan. Naskah drama biasanya mempergunakan kalimat-kalimat langsung yang lengkap dengan penjelasan tentang sikap, gerakan, latar, dan cara pengungkapan kalimat yang harus dilakukan para pelakunya.
Unsur-unsur drama yang membanru dalam pementasan, sebagai berikut:
1. Babak adalah bagian dari lakon drama.
2. Adegan adalah bagian dari pertunjukkan drama.
3. Prolog adalah kata pengantar atau pendahuluan sebuah lakon.
4. Dialog adalah percakapan di antara para pelaku atau pemain dalam sebuah pementasan.
5. Monolog adalah percakapan diantara para pelaku.
6. Epilog adalah kata penutup yang mengakhiri sebuah pertunjukkan drama.
7. Mimik adalah eksperesi raut wajah pemain untuk memberi gambaran emosi yang sesuai dengan jalan cerita.